Monette jatuh cinta
Monette merasa mulai ada yang berubah
secara signifikan terhadap dirinya, setiap ada waktu luang ia merindukan sosok
O’Niel. Baik sehabis latihan, sehabis belajar bahkan sebelum tidur. Apa yang
harus ia lakukan? Bertemu kembali dengan lelaki itu atau bagaimana? Sebab
ketenangannya sudah mulai sedikit terusik atau mungkin lumayan banyak menyita
pikirannya. Pesan singkat, lewat BBM atau telepon tidak bisa mengubah rasa
rindu itu. Monette merasakan kalau dirinya telah jatuh cinta dengan O’Niel
diakui atau tidak. Apakah orangtuanya menyetujui atau marah besar kalau ia
pacaran diusianya sudah menginjak tujuh belas tahun itu. Monette harus
mengatakan perasaannya kepada kedua orang tuanya tak peduli mereka akan marah
kepadanya.
Tapi sebelum Monette memutuskan untuk
pulang dan bertemu dengan O’Niel, ternyata lelaki itu sudah muncul di area
pelatnas dan bertemu dengan Monette di saat jam istirahat membuat hati Monette
berbunga-bunga indah. Banyak lelaki menarik di area pelatnas bahkan di dalam
pelatnas itu sendiri, dan tidak sedikit yang jago dalam bidang olahraganya
masing-masing tapi Monette belum pernah merasakan hatinya berdetak sehebat sekarang
ini saat bersama O’Niel. Ia tidak tahu di mana letak keistimewaan O’Niel,
rambut cepak? Tidak sedikit lelaki yang berambut cepak di lingkungan Monette.
Tinggi? Banyak sekali lelaki berpostur tinggi, bahkan rata-rata tinggi semua
tapi apa yang membuat Monette menyukai O’Niel? Entahlah! Monette sendiri tidak
tahu mengapa.
“Kenapa kamu memutuskan untuk datang ke
tempat ini? Sebenarnya tempat ini tidak boleh dikunjungi oleh sembarangan
orang.” Kata Monette di antara debar jantungnya setelah duduk dengan O’Niel di
kursi panjang yang ada di samping gedung olahraga itu. Seandainya dalam dua
hari ini O’Niel tidak datang ia mungkin memutuskan akan pulang dan datang ke
tempat O’niel.
O’Niel tersenyum lalu berkata. “Aku
bukan orang sembarangan khususnya untuk kamu, sebab kamu juga istimewa bagiku
makanya aku datang ke sini.” Tutur O’Niel dengan mantap. Monette jadi berpikir
apakah karena O’Niel mengenakan seragam TNI-nya sehingga ia diizinkan masuk ke
area pelatnas? Ia tidak tahu pasti.
“Apa kamu telah menyalahgunakan
seragammu?” tanya Monette malu-malu dan sangat ingin tahu sekali.
“Tidak Monette, tidak ada larangan untuk
siapa pun datang ke tempat ini asalkan alasannya tepat dan masuk akal. Untuk
kamu aku tidak perlu berdusta, minggu depan kamu ada tanding, bukan? Bagaimana
kalau aku ikut menonton,’boleh?” tanya O’Niel dengan penuh harapan agar
diizinkan menonton langsung di dekat Monette.
Monette pun mengangguk antara senang dan
deg-degan, bagaimana tidak karena selama ini hanya keluarga dan teman-temannya
yang menonton di lapangan tapi ini ada orang istimewa yang ingin datang
langsung ke lapangan khusus untuk melihat dirinya. Sebulan sudah mereka menjadi
pacar dan itu belum diketahui secara resmi oleh kedua orangtuanya. Jika kata orang
hubungan mereka hanya cinta sesaat atau cinta monyet kata orang zaman dulu,
apakah harus diketahui oleh orang tua? Monette tidak mengerti apa itu cinta
monyet mesti pernah mendengarnya.
O’Niel telah pamit untuk berangkat ke
tempat tugasnya, telah melihat Monette secara
langsung sudah cukup
membuat lega perasaannya. Monette bukanlah wanita pertama mengisi hatinya tapi
Monette bisa membuatnya melupakan seisi dunia, sama halnya dengan Monette yang
pernah merasa menyukai lelaki lain saat usianya lima belas tahun namun dengan
O’Niel membuat tubuhnya panas dingin, deg-degan dan rasanya ingin bertemu
setiap saat. Dirinya benar-benar telah menjadi separuhnya O’Niel. Satu dua teman
Monette melihat kedatangan O’Niel membuat mereka bertanya-tanya apakah itu
teman istimewa Monette? Itukah sebabnya Monette tidak ingin merayakan
ulangtahunnya yang ke-17 di pelatnas? Apakah mereka merayakannya hanya berdua? Monette tidak akan memberitahukan kepada
siapa pun. Ia masih ingin merasakan getar-getar indah di hatinya tanpa diusik
oleh orang iseng.
*
Tahun 2010
Sore itu, saat pertandingan babak
penyisihan Proliga tahun 2010 Monette ikut tim TNI AU. Dan permainan yang
Monette tampilkan sangat-sangat jelek dari kemampuan yang ia miliki dan sempat membuat
pelatih TNI AU menjadi naik pitam beuntung mereka lolos ke babak beriktunya
dengan skor 3-2, jika tidak maka Monette-lah yang dijadikan kambing hitam atas
kekalahan itu.
Monette secara pribadi merasakan kalau
permainannya sangat tidak bagus, apakah lantaran ada O’Niel di dekat lapangan?
Monette sempat merasa tidak bisa fokus dan sedikit deg-degan lantaran di tonton
oleh kekasihnya. Ia merasa tidak bisa lepas mengeluarkan semua kemampuannya.
O’Niel yang tahu betul bagaimana
kemampuan Monette menjadi bertanya-tanya sendiri, ada apa dengan gadis itu? Ia
seperti orang asing di lapangannya sendiri hingga membuat O’Neil bertanya
langsung karena tadi ia sempat mendengar pelatih memarahi Monette pas
time out.
Saat bermaksud mengantar Monette kembali
ke pelatnas O’Niel pun bertanya. “Ada apa denganmu hari ini? Apakah sudah biasa
seperti itu? Kamu tentunya bukan tipe atlet yang mainnya mudi-an, kan?” tanya O’Neil dengan hati-hati sekali.
Sekilas Monette melirik O’Niel yang ada
di belakang stir mobilnya. “Aku sendiri kurang tahu, perasaan aku sudah bermain
semaksimal mungkin.. hanya saja..” Monette tidak sanggup meneruskan
kata-katanya karena malu pada diri sendiri di tambah juga khawatir kalau O’Niel
akan tersinggung.
O’Niel menangkap ada ketidaknyamanan
pada diri Monette. “Apa karena ada aku kamu jadi tidak bisa lepas bermain?
Karena aku melihat kamu sehat-sehat saja.”
“Bukan itu, hanya saja… aku.” Monette
masih ragu-ragu untuk menjelaskan tapi O’Niel memahami apa yang melanda hati
kekasihnya, ia memegang tangan Monette dan menggenggamnya sejenak.
“Jika kamu merasa tidak nyaman aku
menonton dari dekat, aku tidak masalah sayang.. yang penting kamu bisa
menikmati permainan kamu. Banyak kok para atlet yang merasa seperti itu, bukan
mereka tidak senang pasangannya menonton hanya saja ada hal lain yang mungkin
tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata.”
Monette baru bisa menyunggingkan
semburat senyuman manis diujung bibir indahnya karena ia tidak menyangka kalau
O’Niel ternyata memahami kelemahannya. Dan mulai sejak itu mereka seolah sudah
mengikrarkan kalau ada pertandingan penting maka O’Niel tidak akan hadir di
lapangan demi Monette.
*
Apakah salah?
Vito kecil menjadi berpikir, apakah
salah jika ia dan ibunya tidak mengikuti kata-kata ayahnya? Ibunya mengizinkan
ia mengikuti kelas fitnes sedang ayahnya tidak setuju. Apakah semua itu
lantaran bukan ayahnya yang mencari uang sehingga ibunya tetap mengizinkan atau
melanggar kata-kata ayahnya. Pertanyaan-pertanyaan yang mengganjal dihatinya
akhirnya ia sampaikan juga kepada sang Ibu.
Malam itu sebelum Vito berangkat tidur
sedang ayahnya ada di luar mungkin sedang mengobrol dengan para pengurus RW.
Ibunya baru ingin masuk ke kamar mandi untuk menggosok gigi saat Vito ingin
bicara dan menanyakan semua pertanyaan yang sudah tersimpan dihatinya.
Dengan bijak Khailla pun menjawab semua
pertanyaan anaknya. “Kita tidak melanggar sayang, bagaimana pun ayahmu tetaplah
kepala keluarga di rumah ini dan harus kamu hormati, hanya saja pendapat Ayah
antara Ibu dan kamu berbeda… semua yang kita lakukan demi menunjang ke hal-hal
yang positif, tidak ada yang bersifat merugikan. Ayahmu mungkin menganggap itu
belum penting karena kamu masih kecil tapi menurut orang yang mengetahui
pentingnya olahraga tidak apa-apa bahkan bagus untuk kemajuan kamu kelak.” Jelas
Khailla. “Bagaimana latihan volimu? Apa kamu sangat menikmatinya?”
Vito mengangguk tapi penjelasan ibunya
mengenai semua pendapat ayahnya tetap saja belum bisa masuk diakal sehatnya.
Sebab ia bisa merasakan bagaimana ayahnya suka marah-marah atau melarang ia
melakukan ini dan itu dengan alasan yang tidak jelas. Meski usiannya baru
sepuluh tahun lebih beberapa bulan tak membuat Vito seperti anak kecil yang
tidak mengerti apa-apa. Ia bahkan sudah membaca buku LKS anak kelas 9 milik
kakak dari teman tetangga rumahnya.......
Bersambung...>>>