Selasa, 06 November 2012

MINTONETTE

                                                                      
                                                                      
Monette jatuh cinta
       Monette merasa mulai ada yang berubah secara signifikan terhadap dirinya, setiap ada waktu luang ia merindukan sosok O’Niel. Baik sehabis latihan, sehabis belajar bahkan sebelum tidur. Apa yang harus ia lakukan? Bertemu kembali dengan lelaki itu atau bagaimana? Sebab ketenangannya sudah mulai sedikit terusik atau mungkin lumayan banyak menyita pikirannya. Pesan singkat, lewat BBM atau telepon tidak bisa mengubah rasa rindu itu. Monette merasakan kalau dirinya telah jatuh cinta dengan O’Niel diakui atau tidak. Apakah orangtuanya menyetujui atau marah besar kalau ia pacaran diusianya sudah menginjak tujuh belas tahun itu. Monette harus mengatakan perasaannya kepada kedua orang tuanya tak peduli mereka akan marah kepadanya.
       Tapi sebelum Monette memutuskan untuk pulang dan bertemu dengan O’Niel, ternyata lelaki itu sudah muncul di area pelatnas dan bertemu dengan Monette di saat jam istirahat membuat hati Monette berbunga-bunga indah. Banyak lelaki menarik di area pelatnas bahkan di dalam pelatnas itu sendiri, dan tidak sedikit yang jago dalam bidang olahraganya masing-masing tapi Monette belum pernah merasakan hatinya berdetak sehebat sekarang ini saat bersama O’Niel. Ia tidak tahu di mana letak keistimewaan O’Niel, rambut cepak? Tidak sedikit lelaki yang berambut cepak di lingkungan Monette. Tinggi? Banyak sekali lelaki berpostur tinggi, bahkan rata-rata tinggi semua tapi apa yang membuat Monette menyukai O’Niel? Entahlah! Monette sendiri tidak tahu mengapa.
       “Kenapa kamu memutuskan untuk datang ke tempat ini? Sebenarnya tempat ini tidak boleh dikunjungi oleh sembarangan orang.” Kata Monette di antara debar jantungnya setelah duduk dengan O’Niel di kursi panjang yang ada di samping gedung olahraga itu. Seandainya dalam dua hari ini O’Niel tidak datang ia mungkin memutuskan akan pulang dan datang ke tempat O’niel.
       O’Niel tersenyum lalu berkata. “Aku bukan orang sembarangan khususnya untuk kamu, sebab kamu juga istimewa bagiku makanya aku datang ke sini.” Tutur O’Niel dengan mantap. Monette jadi berpikir apakah karena O’Niel mengenakan seragam TNI-nya sehingga ia diizinkan masuk ke area pelatnas? Ia tidak tahu pasti.
       “Apa kamu telah menyalahgunakan seragammu?” tanya Monette malu-malu dan sangat ingin tahu sekali.
       “Tidak Monette, tidak ada larangan untuk siapa pun datang ke tempat ini asalkan alasannya tepat dan masuk akal. Untuk kamu aku tidak perlu berdusta, minggu depan kamu ada tanding, bukan? Bagaimana kalau aku ikut menonton,’boleh?” tanya O’Niel dengan penuh harapan agar diizinkan menonton langsung di dekat Monette.
       Monette pun mengangguk antara senang dan deg-degan, bagaimana tidak karena selama ini hanya keluarga dan teman-temannya yang menonton di lapangan tapi ini ada orang istimewa yang ingin datang langsung ke lapangan khusus untuk melihat dirinya. Sebulan sudah mereka menjadi pacar dan itu belum diketahui secara resmi oleh kedua orangtuanya. Jika kata orang hubungan mereka hanya cinta sesaat atau cinta monyet kata orang zaman dulu, apakah harus diketahui oleh orang tua? Monette tidak mengerti apa itu cinta monyet mesti pernah mendengarnya.
       O’Niel telah pamit untuk berangkat ke tempat tugasnya, telah melihat Monette secara
langsung sudah cukup membuat lega perasaannya. Monette bukanlah wanita pertama mengisi hatinya tapi Monette bisa membuatnya melupakan seisi dunia, sama halnya dengan Monette yang pernah merasa menyukai lelaki lain saat usianya lima belas tahun namun dengan O’Niel membuat tubuhnya panas dingin, deg-degan dan rasanya ingin bertemu setiap saat. Dirinya benar-benar telah menjadi separuhnya O’Niel. Satu dua teman Monette melihat kedatangan O’Niel membuat mereka bertanya-tanya apakah itu teman istimewa Monette? Itukah sebabnya Monette tidak ingin merayakan ulangtahunnya yang ke-17 di pelatnas? Apakah mereka merayakannya hanya berdua?  Monette tidak akan memberitahukan kepada siapa pun. Ia masih ingin merasakan getar-getar indah di hatinya tanpa diusik oleh orang iseng.
                                                                             *
Tahun 2010      
       Sore itu, saat pertandingan babak penyisihan Proliga tahun 2010 Monette ikut tim TNI AU. Dan permainan yang Monette tampilkan sangat-sangat jelek dari kemampuan yang ia miliki dan sempat membuat pelatih TNI AU menjadi naik pitam beuntung mereka lolos ke babak beriktunya dengan skor 3-2, jika tidak maka Monette-lah yang dijadikan kambing hitam atas kekalahan itu.
       Monette secara pribadi merasakan kalau permainannya sangat tidak bagus, apakah lantaran ada O’Niel di dekat lapangan? Monette sempat merasa tidak bisa fokus dan sedikit deg-degan lantaran di tonton oleh kekasihnya. Ia merasa tidak bisa lepas mengeluarkan semua kemampuannya.
       O’Niel yang tahu betul bagaimana kemampuan Monette menjadi bertanya-tanya sendiri, ada apa dengan gadis itu? Ia seperti orang asing di lapangannya sendiri hingga membuat O’Neil bertanya langsung karena tadi ia sempat mendengar pelatih memarahi Monette pas
time out.
       Saat bermaksud mengantar Monette kembali ke pelatnas O’Niel pun bertanya. “Ada apa denganmu hari ini? Apakah sudah biasa seperti itu? Kamu tentunya bukan tipe atlet yang mainnya mudi-an, kan?” tanya O’Neil dengan hati-hati sekali.
       Sekilas Monette melirik O’Niel yang ada di belakang stir mobilnya. “Aku sendiri kurang tahu, perasaan aku sudah bermain semaksimal mungkin.. hanya saja..” Monette tidak sanggup meneruskan kata-katanya karena malu pada diri sendiri di tambah juga khawatir kalau O’Niel akan tersinggung.
       O’Niel menangkap ada ketidaknyamanan pada diri Monette. “Apa karena ada aku kamu jadi tidak bisa lepas bermain? Karena aku melihat kamu sehat-sehat saja.”
       “Bukan itu, hanya saja… aku.” Monette masih ragu-ragu untuk menjelaskan tapi O’Niel memahami apa yang melanda hati kekasihnya, ia memegang tangan Monette dan menggenggamnya sejenak.
       “Jika kamu merasa tidak nyaman aku menonton dari dekat, aku tidak masalah sayang.. yang penting kamu bisa menikmati permainan kamu. Banyak kok para atlet yang merasa seperti itu, bukan mereka tidak senang pasangannya menonton hanya saja ada hal lain yang mungkin tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata.”
       Monette baru bisa menyunggingkan semburat senyuman manis diujung bibir indahnya karena ia tidak menyangka kalau O’Niel ternyata memahami kelemahannya. Dan mulai sejak itu mereka seolah sudah mengikrarkan kalau ada pertandingan penting maka O’Niel tidak akan hadir di lapangan demi Monette.
                                                                          *                              
Apakah salah?
       Vito kecil menjadi berpikir, apakah salah jika ia dan ibunya tidak mengikuti kata-kata ayahnya? Ibunya mengizinkan ia mengikuti kelas fitnes sedang ayahnya tidak setuju. Apakah semua itu lantaran bukan ayahnya yang mencari uang sehingga ibunya tetap mengizinkan atau melanggar kata-kata ayahnya. Pertanyaan-pertanyaan yang mengganjal dihatinya akhirnya ia sampaikan juga kepada sang Ibu.
       Malam itu sebelum Vito berangkat tidur sedang ayahnya ada di luar mungkin sedang mengobrol dengan para pengurus RW. Ibunya baru ingin masuk ke kamar mandi untuk menggosok gigi saat Vito ingin bicara dan menanyakan semua pertanyaan yang sudah tersimpan dihatinya.
       Dengan bijak Khailla pun menjawab semua pertanyaan anaknya. “Kita tidak melanggar sayang, bagaimana pun ayahmu tetaplah kepala keluarga di rumah ini dan harus kamu hormati, hanya saja pendapat Ayah antara Ibu dan kamu berbeda… semua yang kita lakukan demi menunjang ke hal-hal yang positif, tidak ada yang bersifat merugikan. Ayahmu mungkin menganggap itu belum penting karena kamu masih kecil tapi menurut orang yang mengetahui pentingnya olahraga tidak apa-apa bahkan bagus untuk kemajuan kamu kelak.” Jelas Khailla. “Bagaimana latihan volimu? Apa kamu sangat menikmatinya?”
       Vito mengangguk tapi penjelasan ibunya mengenai semua pendapat ayahnya tetap saja belum bisa masuk diakal sehatnya. Sebab ia bisa merasakan bagaimana ayahnya suka marah-marah atau melarang ia melakukan ini dan itu dengan alasan yang tidak jelas. Meski usiannya baru sepuluh tahun lebih beberapa bulan tak membuat Vito seperti anak kecil yang tidak mengerti apa-apa. Ia bahkan sudah membaca buku LKS anak kelas 9 milik kakak dari teman tetangga rumahnya.......
Bersambung...>>>