Jumat, 16 November 2012

Si Monette


'Kisah atlet bolavoli'

       Dan, dioper ke tosser yang sedang menghadap ke arah pemain yang berada di posisi 4 dan ketika itu juga kedua blocker tim lawan siap-siap melompat untuk mem-block smash dari spiker tim Elang, namun diluar dugaan sang tosser melambungkan bola pendek kebelakang punggungnya menuju ke arah Monette yang sudah siap melakukan serangan mematikannya, dalam hitungan detik smash keras dari Monette mendarat di lapangan lawan tanpa bisa di-block sama sekali. Tepuk tangan penonton disertai sorak senang mengelu-elukan gerakan cepat si Monette. Monette pun langsung memeluk tosser-nya diikuti temannya yang lain. Point untuk tim Elang bertambah, saat itu pelatih tim lawan meminta time out, semua pemain dari kedua tim berkumpul menuju ke pinggir lapangan di mana masing-masing pelatih sedang menunggu untuk memberikan wejangan kepada pemainnya.
       Penerjemah dari tim lawan sedang menyambung kata-kata sang pelatih kepada awak tim yang tadi sempat marah kepada blockers-nya. “Mengapa kalian tidak mengerti dan melupakan umpan-umpan variasi dari tosser itu? Kalian sudah sangat mengenali gaya permainannya,’kan? Kalian harus jeli!” ujar sang penerjemah padahal sebenarnya bukan itu yang telah dikatakan oleh sang pelatih melainkan seperti ini…..
       “Kalian ini bodoh sekali! Masa tidak kenal gaya fullback yang sering dilakukan tosser yang satu itu?! Ingat itu!”
       Pelatih dari tim Elang sedang memberi semangat untuk semua pemainnya. “Jangan terlena, mereka tidak akan memberikan peluang untuk kita menang jadi tak ada yang boleh lengah.” Katanya dengan nada semangat.
                                                                   **
       Libur seminggu, intinya bukan libur tapi tim Elang akan bermain lagi minggu depan jadi Monette minta izin pulang untuk bertemu keluarganya dan si pengacau jiwanya akhir-akhir ini. Dialah si O’Niel yang sering membuat hati Monette galau tak kala istirahat latihan. Apalagi pria itu tidak akan menjumpai Monette di lapangan karena memang tidak diizinkan.
       Di rumah Monette menceritakan kepada kedua orang tuanya tentang keajaiban seorang tosser idolanya dengan rasa bahagia yang luar biasa.
      “Bukannya ia sudah seringkali bermain dengan kamu? Dan beberapa kali turnamen ke negara Asia, ‘kan?” ujar sang Ibu namun tidak ingin mengecewakan anaknya, ia pun menanggapi cerita Monette dengan senang hati sambil menyediakan makanan anaknya dengan lauk telor dadar kegemaran Monette dari kecil.
       “Ibu benar, tapi minggu kemarin itu sangat berbeda, Bu. Selama ini Monette hanya bicara sekilas sama dia, dan foto juga selalu bersama tim tapi kemarin terasa sangat spesial. Monette bicara banyak sama dia sekaligus tanya tentang pengalamannya dan bagaimana bekerjasama yang baik dengan tim. Yang selama ini diajarkan oleh pelatih terasa berbeda jika bicara langsung dengannya. Dia memang sangat luar biasa, Monette tahu kalau menjadi seorang tosser itu sangat sulit, mungkin satu dibanding seratus orang yang bisa seperti dia.”
Monette masih menggebu-gebu dengan ceritanya.
       “Tapi bagi Ibu, kamu tak kalah hebatnya… sudah banyak sekali prestasi yang kamu proleh selama ini. Meski tim putri Indonesia belum pernah menjadi juara satu di negara Asia Tenggara tapi prestasinya sudah cukup membanggakan.” Ujar Liandy yang selalu mengikuti perkembangan perbolavolian dunia. Dan ia sudah merasa bersyukur karena setelah menjadi atlet voli Monette anaknya sudah banyak sekali membantu ekonomi keluarga. Dari dulu yang latihan ibarat senin kamis, ongkos juga terkadang memotong uang sayur yang lumanyan banyak tak membuatnya menyerah demi masa depan anaknya serta cita-cita mulia Monette. Dan sekarang mereka sudah bisa merenovasi rumah mungil mereka yang berada di sebelah istana Mega Disty yang mulai sepi.
       Mega Disty sekarang tidak seperti dulu lagi, ia sudah menjadi anak yang baik meski satu persatu harta keluarganya menjauh dari mereka. Bisnis yang ayahnya jalankan selama ini sepertinya sudah mulai bangrut. Tapi Monette tahu Mega berubah bukan karena itu, ia menjadi anak baik karena telah bergabung dengan atlet-atlet di mana selalu mendapatkan pelajaran tentang hidup serta kedisiplinan. Ia bukan lagi Mega Disty yang sombong dan menganggap permainan bolavoli itu sekedar iseng demi menyaingi seseorang. Ia perlahan menjadi tulang punggung keluarganya serta ibunya sudah banyak belajar tentang hidup bahwa seseorang itu harus punya skill bukan mengandalkan yang sudah ada. Itulah hidup, Monette sudah mulai memahami hal itu. Selagi eksis ia ingin menabung disamping membantu keluarga.
       Sore itu sang Ayah menyampaikan sesuatu yang membuat Monette tersentuh. Ayahnya menceritakan tentang seorang anak lelaki yang begitu giat berlatih bolavoli ditengah ejekan teman-temannya dan menganggap kalau bermain bolavoli itu semacam permainan kampungan anak kampung.
       “Dia anak orang kaya, tadinya orang tuanya ingin memasukan dia di olahraga badminton dan sepertinya anak itu lebih tertarik ke bolavoli. Tadinya ia bercerita kalau anak-anak sebayanya mungkin tidak menyukai olahraga bolavoli karena bolavoli yang ada disekolahnya sangat tidak memenuhi standar, kulit bolanya keras dan sangat tidak nyaman digunakan, tapi sekarang Ayah rasa semua itu sudah diubah, bolavolinya sudah bisa dipakai untuk anak-anak usia SD tapi entah mengapa tetap saja anak-anak tidak berminat dalam olahraga yang satu itu. Teman Ayah yang juga mengajar di salah satu SMU swasta mengatakan hal yang sama, siswa yang mengikuti ektrakulikuler bolavoli hanya enam orang dan siswinya tak lebih banyak dari itu sedang di dalam basket melebihi kapasitas.” Tutur sang Ayah didengar Monette dengan sangat santai, lalu ia pun mengeluarkan pendapatnya.
       “Kalau menurut Monette sih, hanya kurangnya pengenalan saja. Ayah tahu sendirikan berapa kali setahun turnamen bolavoli disiarkan di televisi-televisi? Sedang olahraga seperti sepak bola atau yang lainnya hampir setiap hari, jadi wajar saja tidak banyak anak-anak yang familiar dengan bolavoli.” Kilah Monette dan ayahnya pun menganggukkan kepalanya pelan. “Anak yang Ayah sebutkan itu latihan di mana, Yah?” tanya Monette merasa tertarik.
       Pria itu pun membertahukan di mana tempat anak itu latihan bahkan menyebut nama dan ciri-ciri anak itu.
                                                                           **
       Monette memberitahukan kepada O’Niel saat pria itu meneleponnya bahwa ia akan mengunjungi sebuah tempat latihan bolavoli dan meminta pria itu menemaninya ke sana.
       Mengetahui Monette sedang ada di rumahnya, seorang kenalan pun meminta Monette ikut bermain di timnya meski hanya turnamen kampung, dengan merasa tidak keberatan gadis itu pun tidak pernah menolak kalau ada yang meminta tolong kepadanya. Itulah Monette, beruntung ia mendapatkan seorang kekasih yang sangat mengerti kondisinya.
       Di dalam mobil O’Niel pun memohon. “Sayang, andai nanti tim kamu masuk final di turnamen Proliga aku boleh ya ikut ke Glora Bung Karno?”
       “Upps… ada apa denganmu?” kata Monette dengan jenaka sekaligus manja.” Pada pria anggota TNI itu.
       “Aku sih nggak lupa dengan janji itu, tapi masa iya sih kamu masih grogi main kalau aku
nonton langsung?”
       Monette  memperlihatkan senyum prihatinnya sekaligus merasa bersalah kepada O’Niel. “Yah, gimana kalau nanti pas pertandingan babak penyisihan kamu datang. Siapa tahu penyakit grogiku sudah menghilang.” Monette coba mencari jalan tengah.  *
Halaman 193, bersambung...>