ADIK KELAS DAN SI GADIS KWACI
Saat itu ada acara penanaman seribu pohon di Kabupaten Rejang
Lebong…oleh KOSGORO dan mengundang menteri lingkungan hidup. Sebelum Pak
menteri datang, kita di minta oleh pak Kades, setiap desa di ambil 5 orang
untuk kemping di tepi danau Tes Rejang Lebong, Bengkulu selama 3 hari 3 malam.
Aku dan sahabatku di tambah 3 orang lainnya…mewakili desa kami.
Saat mendirikan tenda, aku dan teman-temanku bekerja sangat kompak, dan
kita tidak tahu pasti ada berapa tenda yang akan kemping di tempat itu, pokoknya
ramai sekali. Hmmm….danau Tes yang indah, juga menjadi Pembangkit Listrik
Tenaga Air satu-satunya di Rejang Lebong. (Dulu, diresmikan oleh Presiden
Soeharto.)
Setelah selesai mendirikan tenda, dan sepertinya tenda kami terlalu
kecil untuk ukuran lima orang, dan asli, sumpah..aku merasa kesulitan untuk
memejamkan mata. Tapi karena lelah, akhirnya aku pun bisa tidur setelah
melewati candaan yang tidak begitu penting.
*
Keesokannya aku bertemu dengan mantan kakak kelasku waktu di SMA, dia wanita
cantik dan terkenal sangat cerewet, dia pun ribut dengan orang yang ada di
tetangga tendanya, aku tidak tahu dengan pasti apa permasalahannya.
Pagi itu kami di kasih beberapa bungkus mie instant oleh kakak-kakak
dari KOSGORO untuk sarapan…juga di kasih kaus loreng juga topi, seragam,
sebagai tanda kalau kami adalah peserta kemping.
Hari kedua, kami hanya di kasih ilmu oleh kakak-kakak KOSGORO mengenai
kehutanan. Pentingnya hutan dan pohon untuk kelangsungan hidup anak manusia dan
bumi ini.
Sorenya kami menikmati indahnya danau dan berdayung sampan di atasnya.
Indah memang. Dan hari ke tiga, Pak Menteri pun datang, kami mengadakan semacam
upacara penyambutan dan acara penyerahan bibit pohon secara simbolis pun di
lakukan…ada acara hiburan di panggung yang terletak pas di sisi danau Tes.
Kenangan itu memang indah, sangat indah.
****
Sebenarnya bukan itu inti dari cerita ini,
Setelah pulang dari kemping, sekitar tiga hari setelahnya..atau lebih.
Aku di minta sama Pak Kades untuk mengkuti acara pelatihan kepemimpinan karang
taruna untuk se-Provinsi Bengkulu yang akan di adakan di hotel Bengkulu, untuk
sepuluh hari. Entah kenapa aku tidak bisa menolak saat Pak Kades datang sendiri
ke rumahku.
Hotel tempat diadakannya seminar itu lumayan jauh dari rumahku, menempuh
perjalanan sekitar tiga jam naik mini bus. Mini bus yang akan membawa kami
ternyata menjemput langsung ke rumah.
Aku duduk di bangku pas di belakang sopir. Ada salah satu cewek yang
berasal dari tentangga desaku. Orangnya rame, lucu tapi polos hingga tak jarang
terkesan garing candaannya, namun ia super PeDe
dan aku tahu usianya pasti sama denganku, karena kami selentingan di sekolah,
hanya saja dia anak SMEA, aku SMA.
Mini bus pun terus melaju melewati beberapa desa untuk menuju Bengkulu
kota. Tempat tinggalku sendiri adanya di Kabupaten Rejang Lebong, Kabupaten
yang paling top dan orangnya terkenal cakep-cakep hehehe…
Sungguh aku tidak tahu ada berapa desa yang harus aku lewati, kini mini
bus sudah melewati tempat SMP-ku dulu, dan kenangan saat-saat SMP-pun menyeruak
di benakku, di mana saat pertama kali aku menyukai pria, pria yang cool, jenius dan calm…hmmm aku rasa aku jatuh cinta pada pandangan pertama padanya
tapi dia adalah adik kelasku.
Hihihihi…jadi malu, masa menyukai adik kelas?! Bodohlah, namanya juga
cinta, jatuhnya kan nggak bisa di atur atau di kira-kira. Mengingat semua itu
aku pun jadi tersenyum simpul. Di mana pria itu sekarang ya? Tanyaku dalam
hati. Apa dia kuliah? Atau langsung mencari kerja setelah lulus SMA?? Wajahnya
masih terekam dengan sempurna di memoriku.
Mini bus masih melanjutkan perjalanannya, aku tidak begitu peduli dengan
suara-suara yang ada di belakangku, karena aku sendiri sedang asik dengan
pikiranku, mataku tak lepas memandangi pemandangan jalan yang sempurna, terus
terang, aspal yang ada di daerahku semuanya licin hingga tanpa aku sadari aku
mengantuk berada di dalam mini bus yang terasa menganyun-ayun tubuhku.
Beberapa jam pun telah di lewati oleh
mini bus, dan aku tidak tahu pasti ada berapa penunpang yang ada di dalam mini
bus itu, karena penumpangnya tidak dari anggota seminar semua, sebab mini bus
itu mengambil penumpang lain untuk setoran.
Tiba-tiba mini bus yang membawa kami mogok di jalan, bannya kempes. Kami
semua harus turun dan ternyata kami berada pas di atas jembatan Taba Penanjung,
Bengkulu Tengah.
Tujuan kami menuju hotel sekitar setengah jam lagi. Hmmmm…….aku turun
agak belakang, dan setelah kakiku menginjak aspal, aku melihat ada sosok pria
jangkung yang sedang berdiri di tepi jembatan memegang pagarnya dan menghadap
ke arah sungai yang ada di bawah jembatan. Entah kenapa aku merasa tidak asing
dengan sosok itu, dari samping rasanya aku begitu mengenalinya….dan aku yakin
dia adalah salah satu penumpang yang satu bus sama aku, karena tidak ada mobil
lain di sekitar itu dan ia tidak terlihat sedang lewat di jalan itu.
Seperti magnet yang menarik aku, akhirnya kakiku berjalan ke arahnya.
Sebelum aku sampai di dekatnya ia sudah berpaling ke arahku.
Deeg……..!!!
Pria itu, dia adik kelasku, pertama kali aku melihatnya saat dia duduk di
kelas 2 SMP, pas waktu dia menerima hadiah dari guru karena mendapat juara
kelas ( hmmm..waktu itu saat penerimaan raport, semua yang menjadi juara kelas
dari kelas 1 sampai kelas 3, di panggil ke lapangan, dan diperlihatkan sama
murid-murid yang lain.) aku tidak tahu pasti apa tujuan guru kami melakukan hal
itu, hanya mereka yang tahu.
Aku tidak terlalu merasa seperti ABG yang tiba-tiba melonjak kegirangan,
tapi jujur hatiku sempat menghilang sejenak dari tempatnya…hmmm, dia lebih
tampan dari waktu beberapa tahun silam. Apalagi saat senyumnya mengembang
untukku…hem oh Tuhan..apakah senyum itu untukku?
“Kamu? Kamu naik bus ini juga? Kok aku tidak melihatmu?” sapanya dengan
lembut dan aku melihat ada bias senang terpancar di wajah imutnya itu. Hmmm
sepertinya aku sedang Ge eR, aku
mengangguk. “Kamu duduk di depan, ya? Pasti, soalnya aku masuk lewat pintu
belakang. Apa kabar…?”
Sumpah aku tidak ingat, apakah waktu itu dia menjabat tanganku atau
sekedar bertanya. Huhhh payah, memoriku mulai rusak sepertinya.
“Ya, aku duduk pas di belakang supir. Ikut pelatihan juga?” tanyaku,
yang sudah mulai bisa mengontrol perasaanku yang tadi sempat terguncang cinta.
Untung tidak ada badai asmara, coba kalau badai itu lewat, aku mungkin tidak jadi
ikut ke acara pelatihan. Heh…cinta memang sering merusak suasana. Aku tidak
begitu peduli dengan sopir dan keneknya yang sedang memasang ban pengganti, dan
juga teman-teman yang lain sedang menikmati arus sungai yang mengalir entah di
mana muaranya. Aku hanya berharap kalau bus itu tidak buru-buru meninggalkan
tempat itu…hmm ada cinta bersemi di atas jembatan Taba Penanjung, dan cinta itu
masih terus bercengkrama dengan indahnya, mungkin kalau ada lagu yang ingin
kudengar saat itu adalah lagunya Melly Goeslow ‘I just wanna say I love you’ oh Melly…kamu pandai sekali bikin
lagu, salut deh buat kamu.
“Ya, tidak tahu nih sebenarnya apa yang akan dibahas nanti di pelatihan
itu. Gimana kabar kamu dan apa selama ini selalu ada di kampung?”
“Begitulah, tiga hari yang lalu ada acara penanaman seribu pohon, aku
ikut meramaikan dan kemping di dekat danau Tes.” Kataku sekedar bercerita.
“Ah, yang benar? Aku juga ikut tapi kok tidak melihat kamu.” Kali ini
wajahnya terlihat sumringah.
“Oh, ya?” kataku agak kaget juga.
“Maklumlah, pesertanya kan ratusan bahkan lebih, jadi harap dimaklumi kalau
tidak ketemu.” Ucapanku sepertinya klise sekali, tapi aku yakin saat itu
pesertanya mencapai lima ratusan..mungkin lebih.
Hmm…mini bus akan meneruskan perjalanan dan kami buru-buru naik kembali
dan tetap duduk di kursi semula. Pikiranku masih tertuju pada si mantan adik
kelas, tapi ada amanah Pak Kades yang kuemban dan itu membuatku ingat apa
tujuanku berada di dalam mini bus itu.
Aku merasa tidak sampai setengah jam kami pun telah sampai di depan
hotel. Mini bus mengantar kami sampai pintu hotel, dan menurunkan kami. Di
gerbang ternyata kami telah di tunggu oleh kakak-kakak panitia. Kami pun di
suruh mendaftar dan mengisi selebaran.
Setelah itu di kasih kamar. Aku dan beberapa teman yang satu bus tadi ternyata
bukan yang pertama datang, sebab sudah ada beberapa teman yang terlihat duduk
di lobi hotel, aku tidak tahu dari Kabupaten mana saja mereka.
Siang itu, kami berbagi kamar, aku satu kamar dengan tiga orang wanita
yang lainnya. Aku sempat mendengar peserta penataran itu ada 90 orang, 11
wanita dan selebihnya pria yang datang dari berbagai desa dan Bengkulu kota,
khsususnya yang berkecimpung dengan Karang Taruna. Terus-terang, aku sendiri
sebenarnya bukanlah ketua Karang Taruna di desaku, tapi entah kenapa Pak Kades
mengirim aku untuk mengikuti pelatihan itu. mungkin karena dia melihat aku
wanita yang tidak bisa diam, dan suka ikut kegiatan apa saja di desa, di tambah
lagi, aku adalah pengangguran, tidak kuliah karena tidak ada biaya, tidak juga
bekerja.., komplitlah penderitaanku. Pengangguran sejati…coy.
*
Menjelang sore, kami saling berkenalan dengan peserta yang lain. 90%
usia kami sama, sekitar 20 sampai 24 tahun. Aku 20 tahun kurang.
Ahaaa…….! Ada gadis tomboy, dia muncul agak sore, aku yakin dia adalah
peserta yang datang paling belakang, dia hanya membawa tas ransel. Dia tipikal
gadis periang, jangkung, dan sepertinya cerdas. Semoga! Ramenya sama seperti
gadis tetangga desaku, tapi dia terlihat lebih smart dan omongannya bermutu.. tidak lebay.
Malam itu, tepat pukul tujuh malam, kami mengadakan kelas pertama di
ballroom hotel. Pembicaranya seorang pria dari dinas sosial, katanya dari
Jakarta. Yang di bicarakan adalah mengenai peran pemuda di desa, dan cara
memimpin teman-teman di lingkungan remaja. Intinya sama persis dengan judul
seminar ‘Pelatihan manajemen kepemimpinan’ di dalam Karang Taruna. Aku suka
sekali mengikuti acara itu, hingga 2 jam pun di lewati tanpa terasa. Sampai aku
lupa di mana si adik kelasku itu duduk.
Kami diberi makan setiap jam makan, tiga kali sehari..sudah seperti
peraturan minum obat saja…he. Tepat pukul 21.00 kami bubar, tidak boleh keluar
dari hotel kecuali ada alasan yang sangat tepat, tahu sendiri, remaja seusia
kami mana bisa tidur di jam segitu. Tapi di malam pertama itu, kami coba
menikmatinya sesantai mungkin, ada yang saling kenal lebih dekat..dan ada yang
ngelawak, dan si tomboy itu…hihihihi dia malah bernyanyi dengan indahnya…’When you tell me that you love me’
wew……itu lagunya Diana Rose… lagu lawas
coy! Tapi jujur, aku suka sekali
suaranya. Si tomboy itu sepertinya benar-benar jenius, dia ketua Karang Taruna
dari desanya, Kabupaten Bengkulu Tengah. Hmm pantas saja dia telat datang..,
orang dekat sudah biasa datang belakangan. Kebiasaan yang tidak boleh di tiru.
*
Malam itu, aku memang agak kesulitan untuk tidur mau ngobrol sama teman
sekamar tidak cocok, mereka bertiga seperti berkelompok. Mungkin mereka berasal
dari desa yang berdekatan, entahlah. Aku tidak pernah menanyakannya. Oh, di mana
si adik kelasku itu? dia pasti ada di lantai atas, karena para pria kebanyakan
di tempatkan di kamar lantai dua.
*
Pagi-pagi, kami sarapan. Tepatnya bukan sarapan tapi makan pagi. Dan
pukul tujuh pagi kami harus mengikuti kelas lagi, aku tidak tahu akan
berlangsung berapa jam kalau siang. Aku duduk bersama si tomboy, apakah dia
yang duduk duluan atau aku… Lupa! Payah nih memori sudah kena virus polusi,
jadi banyak lupanya.
Hohoho… saat menoleh ke belakang bagian kanan, aku menemukan sosok
jangkung yang memiliki wajah baby face itu. hatiku tidak terlalu
bergejolak, mungkin karena aku merasa kalau dia tidak terlalu memperhatikan
aku, meski dia sempat tersenyum ke arahku. Aku hanya menikmati senyum itu
sejenak, hanya sejenak. Lalu kembali tekun menyimak ilmu yang di berikan oleh sang
pengajar, kali ini orangnya lain lagi. Bukan pria yang semalam, tetap dari
dinas sosial dan lagi-lagi katanya datang jauh-jauh dari Jakarta. Ia sampai
mencatat namanya di white board. Aku percaya tidak satu pun di
antara kami yang mencatat alamat beliau, termasuk aku. Ah, kami memang
sama-sama tidak peka.
Upps…! gadis tomboy yang di sampingku, ternyata sedang asik menikmati
kwaci, dia langsung menawarkannya padaku. Aku tersenyum, dia asik menikmati
makanan kecil itu senikmat ia mengikuti apa yang dibicarakan oleh pria yang
berdiri di depan kami.
Acara itu diselingi dengan debat, kami di minta membahas permasalahan
tentang usaha apa yang harus remaja desa lakukan, khususnya yang putus sekolah.
Menarik…dan kami di bagi dalam tujuh kelompok, yang nantinya akan melakukan
observasi di lapangan.
Kami memiliki ketua umum, dan ketua umum itu memilih aku masuk ke dalam
kelompoknya, dan aku terpisah dengan si tomboy. Acara debat hari itu, berakhir
menjelang siang hari, tepat pukul sebelas. Huh! Padat juga acaranya. Kami
istirahat untuk makan siang, sholat dan sepertinya pukul satu siang akan di lanjutkan
lagi.
Seperti seminar para pejabat saja yaaa? Hehehe.
*
Malamnya, aku tidak tahu bagaimana si tomboy yang ramah itu bisa berada
satu kamar denganku. Aku suka gayanya yang periang, dan sepertinya menyimpan
sesuatu misteri yang membuat aku semakin menyukainya. Entah kenapa aku merasa
dia ingin cerita banyak hal padaku…dan malam itu, kami pun bercerita hingga
larut malam, tepatnya aku menjadi pendengarnya. Huh……! Gadis yang luar biasa,
kuat dan pintar. Terkadang aku melihat ada tatapan kosong di matanya. Lalu ia
tersenyum, aku merasa seakan sudah mengenalinya begitu lama.
Gadis yang unik.
Di jam istirahat siang, dia mengajak aku ke samping hotel, ternyata ada
toko buku di sana, kami sempat membaca buku di tempat itu untuk beberapa saat.
Dan lagi-lagi ia membeli banyak kwaci di sebelah toko buku. Ada lagi yang ia
beli, upps…itu rahasia. Biarlah aku dan dia yang tahu. Ia pun sempat cerita
dengan kekonyolannya mengenai kebiasaa jeleknya itu. lucu.
Siang itu kami tidak ada kelas.. dan si adik kelasku mendekatiku. Hmm..
ternyata dia ingat juga sama aku. Oh Tuhan, dia mangajak aku ke pantai, berdua.
Tuhan… ini mimpi apa musibah?
Aku sempat tidak percaya sama sekali.
Pantai dari Bengkulu hotel tidak terlalu jauh.., aku masih berpikir, ikut atau
tidak? Kutatap wajahnya dengan lekat-lekat…dan tidak kutemukan adanya hal yang
meragukan di wajah itu. dia terlihat baik dan tidak memaksa, justru itu yang
membuat aku luluh.
Kami pun pergi dan sebelumnya dia pamit dengan si tomboy. Dan sempat aku
dengar si tomboy menimpali.
“Jangan lama-lama ya.”
Aku tidak tahu bagaimana perasaanku saat itu, dia, si adik kelasku waktu
SMP mengajak aku jalan-jalan dan bodohnya, aku pun mengabulkannya.
Kami naik angkot sebanyak dua kali dengan jarak yang tidak terlalu dari
angkot satu ke angkot berikutnya untuk sampai di pantai Panjang.
Hmmm…aku lupa, mungkin itu ketiga kalinya aku menginjakkan kakiku di
pantai itu.
Adik kelasku itu namanya Anno, hmm… itu bukan nama aslinya, itu nama
ciptaanku yang aku ambil dari nama tengahnya. Ternyata dia suka. Kami duduk di
bawah tenda, siang itu cuaca terlihat indah dan bersahabat. Dia membelikan
kacang dan minuman ringan. Kami menikmati pemandangan laut yang bergejolak,
cerita kami pun mengalir seperti sahabat lama yang sudah lama tidak bertemu.
Jujur aku sedang merasakan gejolak perasaan yang sulit aku kendalikan, dan
detak jantungku pun terasa tidak normal, untung otakku masih normal..
‘Wah gawat ini.’ Makiku dalam hati.
“Sejujurnya, aku berterima kasih sekali kamu mau datang ke sini
bersamaku.” Ucapnya kemudian. Aku hanya menatapnya sekilas. “Kamu tahu nggak?
Tadi sehabis sholat, aku berdo’a
semoga kamu mau mengabulkan
permintaanku. Aku takut sekali kamu menolak.” Lanjutnya kemudian dengan muka
serius, terlihat agak malu namun kata-katanya menyakinkan, tidak terkesan
ngegombal! Entah kenapa aku merasa ia tidak berbohong dan tidak berani
membohongiku, apa karena aku adalah kakak kelasnya? Aku tidak tahu pasti, yang
aku lihat tuh anak, rajin sholatnya.
‘Ah, masa segitunya?’ pikirku.
Dia melanjutkan lagi. “Dua hari ini aku selalu memperhatikan kamu, ya di
kelas, di lobi juga melihatmu bersama pria-pria yang coba mendekatimu, dalam
hati aku berkata..’wah sepertinya berat-berat nih saingan.’ Dan si tomboy itu, dia
satu-satunya yang aku lihat cocok dengan kamu, dia baik dan sepertinya
menghargai kamu, makanya tadi aku pamit sama dia untuk mengajak kamu ke sini.”
Tuturnya panjang lebar.
Aku hanya tersenyum saat ia mengatakan si tomboy itu, dialah sahabatku
satu-satunya di tempat itu. ‘Ah, kenapa aku tidak mengajak dia, ya?’ tapi aku
yakin si Anno tidak akan setuju kalau aku mengajaknya. Pria, gitu lho!
Aku merasa kalau Anno mulai bicara mengarah ke hal serius, apalagi saat
ia mengatakan tentang saingan. Apakah ada yang ingin dia raih dariku? Terlalu
cepat rasanya. Tadinya aku mengharapkan hal itu, dan kini aku merasa kalau itu
adalah hal yang bukan luar biasa. Hari mulai menjelang sore, kami banyak cerita
masalah keluarga, tentang orang tua yang sangat menyayangi kami, dan tentang
selera makan yang nyaris sama. Entah kenapa kami bisa bicara seleluasa itu dan
rasanya nyaman sekali. Tidak ada yang kami sembunyikan, cerita itu mengalir
dengan indahnya, juga di sertai tawa dan senyum yang seringkali mengembang dari
bibir kami.., sambil masih menikmati kacang kulit dan sesekali menikmati luasnya
hamparan laut. Aku rasa kami akan menunggu datangnya sunset.. itu baru luar biasa.
Kami juga membicarakan tentang pelatihan itu, yang menurut kami sangat
baik dan sangat di perlukan oleh remaja-remaja seperti kami. Dalam hati aku
berjanji bahwa apa yang telah aku pelajari di pelatihan itu akan aku terapkan
di desaku kelak.
Tidak terasa, senja berubah menjadi petang, dan cerita kami sepertinya
tidak akan pernah habis…hingga sunset
menghentikan keberadaan kami di tempat itu, setelah menikmati sunset, kami pun bergegas kembali ke
hotel dengan perasaan yang belum aku mengerti, seperti apa itu.
Huh!!! Kami terlambat meski hanya beberapa menit saja,
Kelas akan di mulai pukul tujuh malam. Aku buru-buru mandi, beberapa
menit berikutnya masuk ke kelas. Si manis yang tomboy itu langsung menyapaku
pas sedetik setelah aku menghenyakkan pantat di kursi yang ada di sebelahnya.
“Aku kan sudah bilang jangan lama-lama..” aku tidak bisa menangkap makna
kata-katanya, apakah marah karena keterlambatanku atau khawatir, karena aku
pulang agak kemalaman.
“Maaf, baru juga mulai, kan?” sahutku dengan perasaan bersalah pada
kakak yang sudah memberi materi juga pada sahabat baruku itu. yang jelas aku
merasa tidak enak pada kakak yang sudah ada di depan kami, dia tidak marah, dan
justru itu membuat aku tambah merasa bersalah dan merasa tidak tahu diri, meski
aku yakin dia sudah ada di tempat itu tidak kurang dari lima menit.
Aku bisa mengikuti materi dengan tenang, dan sahabatku tetap dengan
kebiasaannya yaitu menikmati kwaci. Apa aku harus memanggilnya dengan ‘gadis
kwaci?’
Di sela-sela menikmati kwacinya, ia berceloteh tanpa peduli kalau kami
duduk di kursi paling depan, dan di pojok kanan.
“Kamu tahu nggak? Waktu kamu di pantai
sama Anno, aku seperti orang tolol di hotel ini, aku akhirnya pergi ke toko
buku sebelah, gilanya lagi, aku bilang pada penjaga toko itu kalau di sini
tidak ada yang asik kecuali kamu. Eh si penjaga toko malah bilang gini ‘Apakah
dia tomboy juga?’ tidak kataku, tapi orangnya enak diajak ngomong dan
nyambung.” Katanya panjang lebar.
Aku hanya meliriknya sekilas lalu kembali fokus pada pria yang ada di
depan kami dan tidak menyangkal sedikit pun kata-kata sahabatku, karena apa
yang ia katakan itu memang benar. Aku hanya menanggapinya dengan seulas senyum
tipis dan aku yakin itu senyum termanisku.
Oh, Anno…! kamu telah membuat aku meninggalkan sahabatku. Aku pasti akan
menebusnya.
*
Dan benar, besoknya pas hari minggu kami hanya ada kelas pagi, setelah
itu kami dapat
acara bebas, yaitu boleh keluar dari
hotel.
Gadis kwaci mengajak aku keliling kota Bengkulu, mengunjungi tempat
temannya dan jalan-jalan ke Tapak Padri, masih di lingkungan pantai tapi kami
naik ke atas bangunan, duduk di sana menikmati keindahan pantai dari atas, kami
pun sempat tidur-tiduran sambil membaca majalah remaja.
Pergi dengan sahabat dan dengan pria yang kita sukai sangatlah berbeda
namun punya keasikan tersendiri dan itu tidak kalah menariknya.
Gadis kwaci itu, menceritakan banyak hal denganku, ya tentang kisah
cintanya dengan pria bak beringin karena teduh, yang pernah menghilang, juga
tentang perjalanan Karang Taruna yang diketuainya. Semuanya menarik dan tidak
membosankan. Ada yang tidak bisa lepas darinya selain kwaci…ah, semoga saja
saat ini sudah bisa ia hilangkan kebiasaan itu. tapi tetap saja di mataku dia
adalah gadis yang luar biasa, punya wawasan luas, punya prinsip hidup dan sepertinya
sudah banyak makan asam garam kehidupan.., ternyata usianya dua tahun di
atasku. Tapi aku melihatnya lebih matang dari usianya yang sesungguhnya. Aku
menyanyanginya. Ia juga menjelaskan kalau ketua kami adalah satu-satunya pria
yang sudah menikah. Ups!
Dia menjelaskan hal itu karena merasa kalau pria itu menaruh perhatian
lebih sama aku.
*
Acara obsevasi ke lapangan pun kami jalani di hari berikutnya. Kami datang
ke balai desa yang sudah ditunjuk, kami mengenakan jaket biru seragam yang di
kasih panitia, di sana kelompok kami di terima dengan sangat baik, bahkan sudah
di sediakan tempat pertemuan kecil.. di sana kami berbincang dengan kepala
desa, dan yang dibicarakan tidak lepas dari lingkungan dan peran anak muda.
Hmmm…menarik memang, aku menyukai pekerjaan itu.. dan sangat menikmatinya,
tidak hanya sampai di situ. Kami pun punya jadwal harus mengunjungi rumah-rumah
penduduk untuk menanyakan bagaimana peran pemuda di tempat itu, apakah pemuda
berperan penting di dalam masyarakat?
Setelah mendapatkan hasil yang memuaskan, dan mencatatnya di buku, Kami
merasa lega, dan masih memiliki waktu yang lumayan panjang untuk kembali ke
hotel, sebab malamnya kami akan mengikuti kelas lagi. Dan kita memutuskan untuk
mengunjungi Benteng Malborough peninggalan Belanda, tempat di mana presiden
Soekarno pernah di asingkan.
*
Si ketua kelompok, yang aku rasa memilik perhatian lebih sama aku, tidak
pernah lepas dari kameranya, sejak dari balai desa, dia selalu mendokumentasikan
kegiatan kami dan di tempat wisata pun begitu. ‘Dia sudah punya isteri.’
Kata-kata si gadis kwaci waktu itu terngiang lagi.
Eh…dia minta foto berdua denganku. Aku mengabulkannya dan (foto itu
masih aku simpan.)
Ah, di mana si Anno? Di kelompok berapa dia? Dan di desa mana dia
melakukan observasi? Dan si gadis kwaci, apakah dia satu kelompok dengan Anno?
Aku tidak tahu.
Malamnya, kami di minta mendiskusikan hasil observasi tadi siang. Seru,
dan si Anno terlihat sangat dominan dalam diskusi itu, entah kenapa aku merasa
seolah ia ingin memperlihatkan sesuatu padaku kalau dia bisa seperti pria-pria
lain yang ada di ruangan itu…dan ada lagi satu pria yang coba dekat denganku,
hmmm…dia cukup macho…, akrab denganku
juga dengan gadis kwaci, kami pun sering menikmati kwaci bersama-sama.
Dan, aku dengan gadis kwaci tahu kalau besok adalah ulang tahun pria
itu.
Aku dan gadis kwaci harus memberinya kado kecil, dan kami memutuskan
untuk membelinya di warung samping hotel. Hmmm….pasti seru. Lilin kecil pun
tidak ketinggalan, kami membungkus kado mungil itu dengan kertas kado warna
biru dan putih.
Malam itu, teman-teman kami terlihat masih asik menikmati malam, aku
tidak tahu apakah ada yang mengalami cinta lokasi atau sekedar berteman. Di
mana Anno? Lagi-lagi mataku mencari-cari sosoknya. Semoga dia baik-baik saja.
Kami duduk di lobi bercanda dan bersenda gurau.., aku merasa kalau kami
sudah memiliki hubungan yang begitu dekat, sudah lebih dari seminggu kami
tinggal bersama-sama di dalam ruangan itu. makan bersama-sama dan melakukan
banyak hal bersama. Yang tinggal di ruangan itu sekitar lima orang, yang
lainnya mungkin sudah tidur atau sedang ngobrol di kamar karena aku yakin,
banyak teman kami yang tidak tahu kalau ada di antara anggota kami sedang
berulang tahun.
Tepat pukul 00.00, gadis kwaci mengeluarkan kado kecil itu dan
mendirikan lilin mungil di atasnya. Ia minta teman kami yang lain menyalakan
lilin itu, dan yang berulang tahun ada di depan kami. Dia tidak akan menyangka
kalau ada di antara kami yang akan menghadiahkannya sesuatu yang istimewa
untuknya. Hihihi…hanya aku dan si gadis kwaci yang tahu isi kado itu, karena
itu memang pilihan kita berdua untuk pria itu. semoga saja dia suka.
Kami menyanyikan lagu selamat ulang tahun, pria itu terharu, dan kami merasakan
kebersamaan yang dalam. Dia meniup lilinnya lalu kami memintanya membuka kado
ajaib itu, tahu apa isinya? Yah…se-pack kwaci,
hehehe….
Pria itu terlihat sangat senang, meski tidak percaya kalau isinya adalah
kwaci. Keterlaluan!!
“Maaf ya teman, hanya itu yang bisa kita kasih.” Kata gadis kwaci. Pria
itu tertawa dan mengucapkan terima kasih, pesta kwaci pun terjadi malam itu.
sebuah hadiah memang tidak perlu dilihat dari besar kecil nilai dan harganya,
namun ketulusan dan rasa kebersamaan lebih terasa bernilai dari apa pun.
*
Besok adalah hari terakhir kami ada di hotel itu. ketua meminta kami
mengumpulkan foto dan alamat rumah untuk membuat album kenangan. Itu tidaklah
terlalu sulit, tapi yang tersulit aku rasa nanti di saat kami harus berpisah
dengan teman-teman, waktu sepuluh hari yang kami lewati bersama-sama, berkumpul
di bawah atap yang sama, yang datang dari berbagai daerah di Bengkulu yang luas
ini, dan kami cintai tentunya. Sejujurnya kami merasa seperti kelompok yang
telah melakukan karantina, tapi karantina yang menyenangkan. Tidak ada
persaingan, tidak ada kompetisi untuk mendapatkan piala satu atau semacamnya,
karena kedatangan kami hanya untuk menuntut ilmu.., ilmu yang tidak pernah kami
bayangkan sebelumnya.
Ilmu bagaimana cara memanfaatkan lahan kosong yang efektif, cara
memimpin teman-teman, cara mengambil keputusan di dalam rapat dan bagaimana
caranya menciptakan lahan pekerjaan dan masih banyak lagi. Pokoknya pertemuan
dalam sepuluh hari itu, bukan saja mendapatkan kenalan dan teman baru, tapi
mendapatkan sesuatu yang tidak akan kami lupakan untuk selamanya.
Malam itu, adalah malam terakhir untuk kami. Acara perpisahan pada
kakak-kakak pembina, kesan pesan dan entah apalagi, aku juga tidak ingat dengan
pasti. Dan ada yang aneh di aula itu, masa ada teman-teman yang minta bajunya
di tandatangan sama teman yang lain. Seperti anak sekolah yang baru lulus saja.
Pake coret-coret baju segala.
Tidak ada yang bisa menghindar dari acara gila itu, termasuk aku.
Teman-teman memaksa untuk mencoret bajuku, dan aku hanya membatasi siapa saja
yang boleh melakukannya. Pertama adalah si gadis kwaci, lalu sang ketua, juga
pria yang malam itu ulang tahun, dan…ya Tuhan…, si adik kelasku tidak
menghampiriku, aku bahkan kesulitan untuk menemukan di mana sosoknya dan di
mana batang hidungnya. Ah, kenapa aku tidak merindukannya? Apa karena dia tidak
peduli denganku? Tapi apa artinya sore di pantai itu?? apakah tidak sedikit pun
terkesan dalam ingatannya? Aku tidak mau tahu apa yang ia rasakan saat
ini…karena yang aku tahu, dia tidak pernah sedikit pun berusaha untuk bergabung
denganku di malam perpisahan itu.
Acara perpisahan dengan kakak pembina pun usai, kami pun keluar dari
hotel, tapi masih akan menginap untuk terakhir kalinya di hotel. Malam itu,
kami menghabiskan waktu untuk makan di warung tenda. Si gadis kwaci tidak
pernah semenit pun berpisah dariku. Kami sangat bahagia, makan bersama, memesan
sate dan yang lainnya. Ada beberapa pria yang bergabung dengan kami, dan
lagi-lagi tidak ada adik kelasku. Entah bersama siapa dia makan….?!
Kami benar-benar menikmati malam itu, hingga mendekati tengah malam dan
kembali ke hotel untuk istirahat.
Di hotel pun kami tidak lantas
langsung tidur, aku dan gadis kwaci menikmati sisa malam dengan berbincang di
tepi tempat tidur, sementara teman sekamar kami yang dua orang itu sudah
beringsut memasuki dunia mimpi indahnya, atau mungkin karena sudah tidak sabar
untuk bertemu dengan keluarga, disebabkan jarang berada jauh dari keluarga, aku
dan gadis kwaci sepertinya tidak perlu di ragukan lagi, karena kami sudah
sama-sama mandiri, dan terntunya sudah pernah merantau, hingga berada jauh dari
keluarga itu menjadi hal biasa bagi kami.
Seperti malam-malam sebelumnya, gadis kwaci memang sering bicara dan aku
menjadi pendengar setianya, lagi. Sekali-kali ia membahas kelanjutan hubunganku
dengan adik kelasku itu, aku tidak bisa berkomentar banyak karena aku sendiri
tidak tahu apa yang terjadi denganku dan adik kelasku itu. tapi menurut gadis
kwaci, aku dan adik kelasku itu cocok dan ia menebak kalau pria itu
mencintaiku. Aku hanya bisa memberinya senyuman, itu tanda jawaban tidak pasti
dariku saat itu. ia juga mengatakan kalau dia lumayan tampan. Hmm kalau yang itu
memang benar dan tidak perlu diragukan lagi!
Saat aku bercerita tentang Palembang, gadis kwaci itu terlihat
bersemangat, ternyata dia juga pernah tinggal di sana, dengan wajah berbinar
dia mengajak aku mengunjungi kota itu kapan-kapan.
Ya kapan-kapan. Lirihku dalam hati.
Ada kesamaan antara aku dengan gadis kwaci, yaitu sama-sama tidak
menyukai orang yang menilai orang lain dari sisi luarnya saja. Itu sering kali
terjadi, di kehidupan dan lingkungan kami.
Aku tidak melihat adanya kelelahan di wajah itu, terkadang ia terlihat
seperti wonder women, terkadang serupa anak kecil yang minta direngkuh, ia seolah
ingin menuangkan segala perjalanan hidupnya padaku padahal kami baru saja dekat
dalam satu minggu ini, tiga hari sebelumnya tidak bisa di bilang dekat, itu baru
tahap perkenalan namun entah kenapa aku merasa kami sudah kenal dalam puluhan
tahun, aneh memang. Tidak ada keraguan di antara aku dan dirinya untuk membuka
hati dalam kancah persahabatan, aku hanya bisa berharap semoga tali kasih
sayang kami tidak akan pernah putus hingga kami tua. Jika pun harus berpisah
oleh hal yang tidak kami inginkan, setidaknya aku telah meletakkan dia di sisi
hatiku yang paling indah.
Ah!! Seorang sahabat sejati memang tidak bisa di temukan di sembarang
tempat.
*
Pagi itu, kami masih dapat
makan. Ketua membagikan album kenangan yang lumayan tebal. Dan kami juga
mendapat uang saku dari penyelenggara seminar itu…atau dari mana asalnya, aku
juga tidak tahu pasti tapi lumayan, alhamdullilah, itu tidak pernah terpikir
sebelumnya dan aku menganggapnya sebagai bonus.
Hmmm….saatnya salam perpisahan dengan teman-teman, yang dekat dengan
Bengkulu hotel akan pulang sendiri-sendiri dan aku tentu saja akan pulang
dengan rombongan ke Rejang Lebong meski tidak banyak, dan mini bus akan datang
menjemput kami. Ya Tuhan…..tanpa aku sadari mini bus itu ternyata sudah ada di
halaman parkir hotel, entah kapan dia berada di sana yang pasti aku tidak
menyadarinya, mungkin karena ramenya suara anak-anak yang sibuk pamit dengan
teman-teman.
Aku akan masuk mini bus itu, dan meninggalkan si gadis kwaci. Aku tidak
akan melihat wajahnya untuk terakhir kali, karena aku yakin tidak akan sanggup.
Aku sudah sering mengalami perpisahan dengan teman dekatku, dan itu menyakitkan
rasanya, aku tidak suka itu. sebelum aku diam-diam untuk masuk ke mini bus, aku
sempat mendengar suaranya mencariku, dan menanyakan pada teman yang masih
menunggu kerabat menjeput atau menunggu siapa..tidak tahu, yang jelas masih ada
banyak yang di dalam lobi itu. dua kali mungkin lebih ia meneriakkan, apakah
ada yang melihat aku?
Aku sudah duduk di dalam mini bus tepat di sisi kiri, dekat kaca
jendela. Mini bus itu belum ada tanda-tanda untuk segera berangkat, mesin
memang sudah dinyalakan tapi di mana sopirnya. Saat itu aku yakin masih pagi,
tidak lebih dari pukul Sembilan. Aku berdiam di tempat dudukku, dan mengambil
napas dalam-dalam.
Sebuah suara memanggilku, aku menoleh. Gadis kwaci itu sudah ada di sisi
luar mini bus, dia menghampiriku. Sungguh aku tidak bisa menahan perasaan, aku
memutuskan untuk turun.
Kami sudah bertatap muka begitu dekat, demi Tuhan…saat itu aku melihat
matanya berkaca-kaca, tas ransel menggantung di bahu kanannya. Sosok jangkung
itu mengenakan jins dan kaus merah, ia tak lepas menatapku. Rambut lebatnya
yang di potong pendek terlihat sangat serasi dengan bentuk tubuhnya yang
sintal. Gadis ketua Karang Taruna di Kecamatannya, yang memiliki pribadi yang
mengagumkan, apakah aku bisa berpisah darinya? Dan kehilangan kisah-kisahnya? Ya
Tuhan…, aku hanya bisa berdoa semoga ini bisa dilewati.
“Aku tadi di dalam mencarimu, ternyata kamu sudah di mobil, oke….selamat
jalan ya. Semoga kita bisa bertemu lagi suatu saat nanti.”
Aku melihat dia berusaha kuat untuk menahan agar tidak menangis, tapi
dadaku malah yang terasa sesak. Entah siapa yang mulai, akhirnya kami
berpelukan.
Huh…!!! Tidak ada yang menyukai situasi seperti itu, siapa pun itu. tapi
yang namanya pertemuan pasti ada perpisahan, tapi yang aku yakini, perpisahan
hanyalah bumbu dari perjalanan hidup di mana nanti kita akan mengenangnya
dengan indah, karena ada kisah luar biasa di awal perpisahan itu.
‘Mini bus segera berangkat.’ ada suara
yang memintaku segera masuk. Aku menatap gadis kwaci lagi, setelah pelukan kami
lepas.
“Kamu pulang sama siapa?” ujarku dengan nada serak.
Dia tersenyum di antara sendu. “Gampanglah, aku dekat kok. Setengah jam
juga nyampe.”
Aku hanya mengangguk pelan. Dan lagi-lagi terdengar suara reseh berteriak dari dalam mini bus, eh
ternyata dia gadis tetangga desaku.
Terakhir kalinya aku hanya menyentuh tangannya.., dan tidak berkata
apa-apa lagi begitu pun dia, kami hanya menciptakan senyuman, itu senyuman
terakhirnya yang aku lihat......
Setelah aku duduk di tempat
semula, aku masih sempat melihat dia belum beranjak dari tempatnya berdiri, dan
ia melambaikan tangannya. Huh….!
Mobil telah membawaku perlahan, semoga saja gadis itu telah berlalu dan
itu akan membuat hatiku sedikit tenang. Tapi aku tiba-tiba terdiam, dan membisu
di tempatku seolah hanya ragaku yang ada di tempat itu. Aku tak habis pikir
kenapa ada orang yang mampu merusak suasana hatiku dalam waktu yang begitu
singkat.
“Sedih ya, kalau harus berpisah dengan seorang teman.” Kudengar sebuah
suara seperti memahami perasaanku, bukan menggodaku atau melecehkan.
Aku menoleh ke belakang dari arah datangnya suara itu. ternyata dia, si
adik kelasku, ia duduk tepat di belakang kursiku. Ya Tuhan…berarti dari tadi dia
menyimak aku dengan gadis kwaci itu. aku tidak mampu bicara apa pun, hanya
senyum yang menghias di bibirku dan aku yakin itu senyum tidak ada
indah-indahnya. Bodolah, hatiku kan masih sedih karena telah berpisah dari
sahabatku. Apakah ada seorang pria yang benar-benar memahami situasi itu?
Mini bus telah melaju dengan kencang, dan hatiku masih tertinggal
separuh di hotel, aku kesulitan membawanya pulang. Biarlah, tanpa bisa
kupungkiri lembaran hidupku telah tertulis di sana meski sebagian. Karena
perjalan hidupku masih panjang, masih banyak yang harus diisi. Aku tidak banyak
bicara di dalam mobil, selain menikmati suasana hati, menikmati pemandangan di
sela cerita-cerita dan candaan tawa temanku.
Sekali-kali adik kelasku bertanya, dan kujawab tanpa gairah dan
pertanyaan pun tidak ada yang menjurus ke hal yang penting. Aku pun malas
berpikir tentang kisah di pantai Panjang itu. itu hanya segelintir kisah yang
mengisi kisah Bengkulu hotel. Meski sejujurnya harus aku akui, saat itu kami
merasa sangat dekat..dan kedekatan itu tidak kurasakan lagi, seperti sunset yang seolah tenggelam begitu
saja.
=========
Bersambung...>>>
*
By : Helda Tunkeme Xwp.