Kamis, 27 Desember 2012

Gerimis Desember





DAMAI TAPI GERSANG
(Gerimis Desember)
(Ini cerpen kisah seorang wanita yang tidak mencintai suaminya, meski di mata orang lain suaminya di kenal sangat baik dan suka membantu serta ramah pada tetangga.)
*
      Emy wanita 27 tahun itu sedang duduk merenung di kamarnya yang dingin dan sunyi, pikirannya melayang pada kisah lima tahun silam. Ia menghela napas panjang seakan ingin menghempaskan jauh-jauh rasa yang terasa menghimpit dada membuatnya sulit untuk bernapas. Titik-titik gerimis di sore hari itu seakan menambah luka yang selama ini sudah menganga lebar di hatinya yang beku.
       “Aku mohon jangan putus, kita akan bahagia jika hidup bersama nanti.” Kata juned saat Emy mengatakan kalau mereka harus putus karena tidak ada cinta diantara mereka, pada intinya Emy yang tidak bisa mencintai Juned. Hubungan mereka yang sudah terjalin hampir dua tahun yang sudah berkali-kali mengalami putus sambung.
      Pertama Emy hanya simpati kepada Juned karena kebaikannya, tidak lebih, dan entah bagaimana ceritanya mereka pun akhirnya jadian padahal waktu itu Emy sedang menjalin hubungan dengan pria lain. Ups! Bukan jadian, Juned seringkali datang ke rumah tante Emy tempat Emy tinggal beberapa bulan ini di Jakarta. Tante Emy selalu menerimanya dengan baik kedatangan Juned selain ia berasal dari provinsi yang sama, Juned juga pandai mengambil hati tante, walau terkadang tante merasakan Juned sangat memuja Emy meski tante sadar kalau Juned itu sangat polos meski usianya delapan tahun diatas Emy. Mungkin tante pun bosan melihat wajah Juned yang selalu muncul di rumahnya, hingga suatu hari tante pun bicara kepada Emy.
      “Emy, Juned itu orangnya baik lho. Kalau tante punya keponakan lain sudah tante jodohkan
sama dia, dan sepertinya kamu akan bahagia kalau menikah sama dia.” Entah itu serius atau hanya menggoda Emy.
      Waktu itu Emy hanya tersenyum menanggapi kata-kata tantenya ‘Ah, masa segitunya? Pacaran saja nggak sudah ngomongin nikah.’ Sahut Emy dalam hati.
      Dengan berjalannya waktu, Emy dan Juned sering jalan bersama. Emy yang cuek, pendiam dan punya prinsip hidup yang kuat lama-lama mulai melihat karakter asli si Juned. Juned ternyata punya rasa kepercayaan diri yang tinggi hingga tak jarang meremehkan orang yang membuat Emy risih lantaran ia menghina teman pria Emy dengan mangatakan ‘Masa saya harus saingan dengan pria seperti itu sih?’ dan yang lebih parah ia pernah mengatakan ‘Pria seperti itu tidak akan bisa menghidupi seorang perempuan!’ saat itu Emy merasakan kalau Juned bukanlah pria yang bisa diajak bergaul apalagi dengan sifatnya yang suka menilai orang dari tampilan luar saja dan sangat tidak cocok dengan kepribadian Emy yang senang bergaul dari kalangan apa pun.
      Emy memutuskan agar Juned tidak lagi menemuinya, dengan keputusan itu membuat Juned hanya bisa mengunjungi rumah tantenya Emy walau sebenarnya Emy tidak lagi tinggal di sana karena sudah memutuskan untuk kost dengan teman-teman sekerjanya. Tante pastinya sudah gerah dengan kehadiran Juned yang selalu menanyakan kondisi Emy dan bagaimana pribadi Emy yang sebenarnya.
      Entah dari mana Juned tahu tempat kost Emy, apakah ia mengikuti Emy pas pulang kerja? Sebab ia sering menemui Emy di tempat kerja dengan alasan untuk menjemput Emy. Teman-teman Emy pun tidak begitu menyukai kehadiran Juned lantaran sikapnya yang ke-pede-an, sok akrab. Tadinya Emy menghargai Juned karena ia baik hati, bukan saja Emy yang merasakannya teman-teman Emy juga mengatakan hal yang sama.
      Saat Emy berbincang dengan pria lain Juned yang merasa kalau Emy itu sudah sah menjadi pacarnya menjadi naik pitam sehingga bicara kasar dengan Emy. Emy yang tidak bisa menerima perlakuan Juned sehingga untuk kali keduanya ia pun memutuskan agar pria itu tidak pernah lagi menemuinya, baik di tempat kerja atau pun di kost.
      Sebagai anak yang sama-sama merantau di kota orang, Emy masih menganggap Juned sebagai orang yang baik lantaran  Juned pernah membantunya saat ia kesusahan. Emy tidak menyadari kalau bantuan itu ada besar sekali pamrih di dalamnya.
      Saat sore hari, Juned muncul di tempat kost Emy dan bertemu dengan ibu kost. Ibu kost pun mengetuk pintu kamar Emy untuk mengatakan kalau ada Juned mencarinya dan saat itu juga Emy mengatakan kalau ia tidak ingin menemui pria itu dan meminta ibu kostnya menyuruhnya pulang. Beberapa menit kemudian saat Emy sudah bisa menghela napas lega ibu kost muncul lagi dan mengabarkan Juned masih menunggu yang tadinya ia kira sudah pulang.
      “Emy, Juned masih di depan. Tadi ibu kaget sekali karena ia muncul dari pintu belakang dan memohon pada ibu agar memanggil kamu.” Jelas ibu kost yang sudah kenal dengan Juned karena sudah pernah melihat pria itu datang ke rumahnya yang menyediakan 4 kamar kost khusus untuk wanita. Karena tidak enak dengan ibu kostnya Emy pun keluar dengan tujuan sekalian mengangkat jemurannya yang sudah kering. Di depan ia melihat Juned berdiri pas di depan pintu, dengan wajah kusut yang  tidak dibuat-buat Emy menegur pria itu.
      “Kamu ngapain lagi sih datang ke sini?”
     “Aku ingin bicara.” Ujar Juned yang mengikuti langkah Emy yang menuju tali jemuran.
      “Tidak ada lagi yang harus dibicarakan. Aku tidak cocok untuk kamu begitu pun sebaliknya, silahkan cari wanita lain yang lebih pantas untuk kamu.” Tidak tahu mengapa wanita itu bicara seakan selama ini mereka pacaran.
      “Tidak Emy, aku hanya mencintai kamu. Tidak ada wanita lain yang lebih dari kamu, aku mohon kamu kembali padaku, kesalahan waktu itu karena aku terlalu cemburu, aku tidak bisa melihat kamu dengan pria lain.”
      Saat Emy menatap wajah pria itu terlihat ia sangat menderita, tapi Emy tidak peduli karena pria itu sudah seringkali bicara menyakiti perasaannya bahkan tak jarang merendahkan Emy dalam hal pergaulan. Emy tetap mengatakan kalau mereka tidak akan pernah cocok dan memutuskan agar Juned segera pergi. Juned yang sudah berulang-ulang memohon agar Emy kembali padanya tidak berhasil membujuk hati Emy yang terlanjur tidak menyukai pria itu.
      “Kalau kamu tidak ingin kembali padaku, aku hanya minta kenang-kenangan dari kamu.” Hela Juned.
      “Maksud kamu apa?” Emy agak kaget mendengar ucapan Juned yang diluar dugaanya itu.
      “Aku minta satu baju kamu atau selembar kain juga tidak apa-apa, sebab biasanya kalau aku putus dengan pacarku aku selalu melakukan itu.”
      “Tidak.” Sahut Emy dengan nada sangat cepat. Emy tidak berpikiran negatif tentang permintaan Juned hanya saja ia merasa agak aneh dan terkesan ingin mengoleksi benda kenangan dari mantan-mantannya. Huh! Ada-ada saja.
*
      Sekitar eman bulan setelah kejadian itu, Emy sudah bisa tenang tanpa harus melihat wajah Juned yang selalu muncul dan bersikap pamer kepada semua orang dan seakan mengatakan dialah kekasih Emy. Emy masih sering pulang ke rumah tantenya kalau lagi libur kerja, tante juga tidak lagi membicarakan Juned yang memang tidak pernah datang lagi ke rumahnya. Emy pun punya kenalan baru orang Padang yang menjadi supervisor disalah satu mall besar. Hubungan mereka berjalan lancar, mereka pergi nonton bahkan jalan-jalan ke tempat wisata. Hingga terjadi peristiwa sore itu di saat Emy keluar dari tempat kerjanya. Emy yang senang karena di jemput kekasihnya menjadi shock melihat Juned yang berdiri seolah menunggunya di depan pintu keluar.
      Emy melirik pria keturunan Padang yang dari tadi menunggu dengan setia duduk di atas motor besarnya. Pria itu tersenyum pada Emy namun saat Emy menoleh kepada Juned yang seakan menuntut agar Emy harus pulang bersamanya membuat Emy mengambil sikap bahwa tidak satu pun diantara kedua pria itu ia ikuti. Emy memutuskan untuk pulang dengan naik angkot, meninggalkan pria di atas motor itu tanpa memberi penjelasan namun Emy percaya ia tahu alasan mengapa Emy pergi sendiri karena dari tadi ia melihat Juned bersitegang dengannya. Sedang si Juned hanya bisa memandang kepergian Emy yang sudah duduk di dalam angkot hingga tidak kelihatan lagi. Emy sadar kalau sikapnya itu tidak dewasa sama sekali tapi entah mengapa Emy merasa itulah sikap yang harus ia ambil saat itu.
      Tak lama berselang dengan kejadian itu, Emy bertengkar dengan teman kost sekamarnya lantaran dia tidak suka dengan hobi Emy, yang menurutnya berisik dan tidak akan pernah menghasilkan apa-apa. Bukan kali itu saja mereka ribut dan saat itu adalah puncak perselisihan mereka, sehingga hari itu Emy memutuskan untuk sejenak istirahat di tempat tantenya dan entah tidak tahu apa yang mendorongnya sehingga memberanikan diri untuk datang ke tempat kostnya si Juned. Di sana ia menemukan si Juned sedang sakit ternyata sudah satu minggu, kala itu ada tantenya Juned yang masih single sedang berada di sana, mungkin tahu kalau Juned sakit. Saat itulah tantenya bicara sama Juned, ‘Kalau punya pacar menikah saja, daripada seperti ini, sakit tidak ada yang mengurus.’ Itu terdengar sampai ketelinga Emy.
                                                                                            *
      Pernikahan itu sudah berlangsung lima tahun, dulu waktu kenal 3 bulan dengan Emy dan kebetulan Juned pulang kampung dan main kerumah Emy yang sebelumnya ia minta alamat ke Emy, tentu saja Emy tidak yakin kalau pria itu akan mampir ke rumahnya tenyata saat itulah Juned mengatakan kepada orang tua Emy kalau dia adalah pacarnya Emy dan ingin menikahi Emy sedang mereka tidak pernah pacaran, hanya kenal.
      Pengakuan itu Juned katakan kepada Emy setelah mereka menikah beberapa tahun dan dibenarkan ibunya Emy juga kakak perempuan Emy, dan yang lebih mengejutkan lagi si Juned pun menceritakan kepada ibu Emy yang otomatis didengar kakak Emy.
      “Untuk mendapatkan Emy saya melakukan sholat tahajud malam jumat sebanyak tujuh kali jumat.. setelah itu saya bermimpi melihat sawah yang begitu luas dengan buah padinya yang menguning serta bagus sekali, tetapi sayangnya di antara pohon-pohon padi itu ditumbuhi banyak rumput liar lalu ada seorang kakek yang menghampiri saya dan mengatakan ‘itu adalah sawah milik kamu, kamu boleh merawatnya’ dari mimpi itu saya merasa yakin kalau Emy adalah jodoh saya.”
      “Tapi kan kita tidak pernah pacaran?” tanya Emy setelah mendengar cerita Juned setelah mereka menikah. Mendengar itu Juned hanya senyum-senyum saja tidak tahu apa yang ada dipikirannya. Namun yang lebih membuat Emy shock berat setelah mendengar pengakuan Juned yang mengatakan kalau dia tidak akan sayang membuang uang untuk membayar orang pintar kalau ia tidak mendapati Emy. Astaghfirullah..! Emy merasa kaget sangatlah wajar karena di matanya si Juned itu terlihat rajin beribadah dan taat. Apakah karena cinta membuat orang kehilangan akal sehat?! Sebab pengakuan Juned itu sepertinya tidak main-main ia sangat serius mengakuinya. Mendengar itu Emy merasa cinta seperti apa yang diinginkan dan didapat Juned darinya jika ia punya pikiran seperti itu.
      Emy merasa mulai tidak nyaman, ia pun minta cerai dengan Juned. Karena ia berpikir kalau Juned memang bukan jodohnya… ia menikah dengan Juned hanya karena Juned yang terlalu mengemis berulang-ulang sama Tuhan, sehingga Tuhan yang maha pengasih dan penyayang mengabulkan permintaannya. Itu yang ada di dalam pikiran Emy saat itu. Apalagi Emy merasa tidak bisa menjadi wanita terbaik buat Juned yang dikenal orang pria yang baik. Sekali lagi Emy pernah mendengar kata-kata orang bahwa ‘Orang baik itu akan mendapatkan jodoh orang baik pula’ Juned mungkin yang terbaik buat Emy tapi Emy merasa ia bukanlah yang terbaik buat Juned, karena ia tidak pernah merasa memiliki keinginan untuk melayani pria itu layaknya seorang suami. Meskipun dalam perjanjian lisan mereka sebelum menikah tidak ada yang namanya rutinitas menyediakan minuman setiap pagi, masak ya masak dan Juned ingin makan selalu tersedia makanan tapi Emy tidak menyediakannya di meja makan, intinya ia masak setiap pagi tapi kalau mau makan nyendok sendiri.
**
Bersambung, 4 halaman lagi.. :)