*Bumey Pat Petulai*
Rejang Lebong adalah salah satu kabupaten di propinsi Bengkulu. Terletak di
pegunungan Bukit Besar. Penduduk asli terdiri dari suku Rejang dan suku Lembak.
Suku Rejang mendiami kecamatan Kota Padang, Padang Ulak Tanding, Sindang
Kelingi.
Kabupaten Rejang Lebong memiliki 15 buah kecamatan yang masih dalam
pengembangan. Sebelah utara berbatas dengan Kota Lubuk Linggau dan Kabupaten
Musi Rawas, sebelah Selatan dengan kabupaten Kepahiang, sebelah timur berbatas
dengan kabupaten Lebong dan propinsi Jambi, sedangkan sebelah barat berbatas
dengan kabupaten Lahat.
Ibukota kabupaten ini di Curup. Terletak 85 km dari kota Bengkulu.
Mata pencarian penduduk adalah bertani,
dagang, PNS dan lain-lain.
Perkebunan rakyat adalah perkebunan kopi,
karet. Sedangkan palawija banyak ditanam di lereng gunung Kaba. Sebagian lagi
merupakan petani pembuat aren/gula merah.
LEGENDA MISTERIA
REJANG LEBONG
1. Sebei Sebkeu
MASYARAKAT Redjang di daerah Lebong, terutama di
sepanjang alur Air Ketahun atau masyarakat Redjang menyebutnya Bioa Ketawuen
sudah sejak lama mengenal nama Sebei Sebkeu. Mereka mengartikan Sebei Sebkeu
itu adalah sosok makhluk yang suka berdiam di sungai-sungai, terutama yang ada
Lubuknya. (Suatu tempat air yang kedalamannya melebihi kedalaman di
tempat-tempat lainnya).
Sebei berarti nenek. Maka, sebei sebkeu adalah
seorang nenek yang menghuni lubuk-lubuk dalam pada sepanjang aliran air.
Masyarakat Redjang menggambarkan sosok sebei sebkeu itu dengan memiliki rambut
panjang terurai.
Kemunculannya tidak tentu. Namun, bila muncul
masyarakat sering menceritakannya dengan sosok seorang wanita cantik yang
sedang berjemur di bebatuan pada aliran Sungai ketahun.
Masyarakat di sepanjang aliran Sungai ketahun.
Terutama di wilayah Desa Rimbo Pengadang, Talangratu, Kotadonok, Tes, Taba
Anyar, Turun Tiging, Turan Lalang sangat terbiasa mendengar cerita sebei sebkeu
itu.
Cerita sebei sebkeu mulai memudar di kalangan
anak-anak masyarakat Redjang di Lebong sekitar tahun 1980. sebelumnya, hampir
semua anak-anak di daerah Lebong sangat mengetahui cerita itu.
Sosok sebei sebkeu yang dapat berubah-rubah wujud
kalau muncul di atas permukaan air sebenarnya tidak menakutkan bagi masyarakat
sekitar tempat dia terlihat. Hanya, di kalangan anak-anak yang suka mandi di
sungai. Sangat khawatir bila berada di dekat lokasi lubuk sungai.
Tempat-tempat yang menurut masyarakat Redjang,
sebei sebkeu muncul antara lain di sungai-sungai di bawah jembatan, di
lubuk-lubuk aliran sungai Ketahun. Terutama yang sekitar lubuk itu banyak
terdapat batu-batu besar dengan aliran sungai yang deras.
Di masyarakat Kotadonok, sebei sebkeu itu
digambarkan pernah mendiami Bioa Tiket, tepatnya di bawah jembatan Bioa Tiket
(Air Tiket) dan Bioa Tamang. Perkiraan mereka itu didasarkan kepada keadaan di
bawah jembatan tersebut ada lubuk yang punya kedalaman cukup bagi anak-anak
berusia sekolah SD.
Namun, biasanya anak-anak tidak takut mandi di
sekitar lubuk di bawah jembatan Bioa Tiket dan Bioa Tamang. Sepulangs ekolah
banyak anak-anak memanfaatkan lokasi Bioa Tiket untuk dijadikan tempat bermain
bersama sambil mencari ikan dengan jalan Nyeunyuk (sejenis panjing dengan tali
senar pendek). Biasanya mereka mencari ikan Tiluk (sejnis ikan belut yang biasa
diam di celah-celah bebatuan atau akar rerumputan di sungai-sungai yang
dangkal.
Ikan tiluk bentuknya memang seperti belut, tetapi
mulutnya agak runcing dan ukuran badannya tidak terlalu besar. Ukuran yang
paling besar dan sering didapat adalah sebesar jari gajah.
Mengenai keberadaan sebei sebkeu dalam cerita
legenda misteri masyarakat di sekitar Kotadonok, hingga saat ini masih dalam
misteri. Namun, masyarakat sepanjang aliran Bioa Ketahun sangat mengenai cerita
tersebut.
Sering ada anggota masyarakat menceritakan pernah
melihat sebei sebkeu di sekitar Desa Talangratu di aliran Sungai ketahun dekat
desa tersebut. Ceritanya, mereka mengatakan melihat sebei sebkeu sedang
berjemur di atas bebatuan besar yang ada di aliran sungai itu.
Walaupun sebei sebkeu digambarkan sebagai sosok
makhluk setengah manusia setengah makhluk halus yang serng tergambar merupakan
sosok mengerikan. Sebab dapat berubah-rubah wujud ketika terlihat oleh manusia.
Sosok sebei sebkeu tidak pernah menelan korban manusia.
Hanya ceritanya dikait-kaitkan dengan
tenggelamnya seseorang di lubuk sungai atau nyaris tenggelamnya seorang anak
kecil yang mandi di bawah jembatan dan sebagainya. Semuanya masih dalam batas
cerita yang sangat memasyarakat.
2. Siamang Bioa
CERITA misteri setengah legenda masyarakat di
sekitar Danau Tes (Kotadonok dan Tes) itu, gambarannya hampair sama dengan
sosok sebei sebkeu. Hanya, dalam cerita Siamang Bioa (Siamang Air) itu lebih
menakutkan ketimbang gambaran sosok sebei sebkeu.
Keberadaan siamang Bioa dalam cerita masyarakat
Kotadonok dan Tes adalah di tepi-tepi Danau Tes. Khususnya di sekitar muara air
sungai yang masuk ke Danau Tes. Dan, daerah kemunculannya biasanya terdapat
tanaman pohon peak (sejenis bambu yang hidup di rawa-rawa di aliran sungai dan
danau.
Siamang Bioa bisa berubah-ubah wujud ketika
tampil. Hanya saja penampilannya selalu ketika orang sedang lengah. Karena,
Siamang Bioa suka menarik orang yang sedang naik perahu hingga orang tenggelam
ke dasar sungai atau Danau Tes.
Ceritya Siamang Bioa lebih dekat di lokasi aliran
Bioa Puak (Air Pauh) yang bermuara ke Danau Tes. Air Pauh itu sering juga
disebut dengan nama Bioa Putiak yang berasal dari daerah Bukit Daun mengalir di
Lembah Sawah Mangkurajo dan muaranya di Danau Tes.
Di kawasan aliran sungai Air Pauh di muaranya di
Danau Tes, sering disebut-sebut tempat munculnya Siamang Bioa. Makhluk yang
sering berujud dengan gambaran seperti siamang; hitam, berbulu lebat dan
bermata tajam. Namun, tubuhnya mirip dengan manusia atau bisa mencapai sebesar
manusia normal.
Sering menggangu anggota masyarakat yang sedang
mendayung perahu. Biasanya, Siamang Bioa menarik seseorang yang lengah dari
dalam air dari belakang, kemudian ditenggelamkannya ke dalam air.
Cerita tersebut, sepertinya tidak masuk akal.
Namun, di kalangan masyarakat Desa Kotadonok dan Tes, cerita itu sangat
populer. Bahkan, mampu menghambat orang untuk membuka lahan sawah di sekitar
Danau Tes yang lokasinya berawa-rawa.
Yang jelas, cerita Siamang Bioa sepanjang dikenal
masyarakat redjang di Kotadonok, semua ceritanya sangat menakutkan. Walaupun
Siamang Bioa itu sendiri kononnya sangat takut berhadapan langsung dengan
manusia.
3. Semat Belkat
MAKHLUK yang disebut-sebut sebagai jelmaan iblis,
setan atau hantu di kalangan masyarakat Redjang di Kotadonok itu, benar-benar
menjadi cerita misteri di kalangan masyarakat. Karena, kata semat (setan,
hantu, iblis atau makhluk halus) jika terlihat oleh seseorang. Maka, bentuk
tubuhnya terus membesar dan meninggi hingga melewati tingginya pohon kelapa.
Konon kabarnya, semat belkat sangat mengerikan
serta menakutkan. Baik rupa, tubuh dan pandangan matanya. Semat belkat sering muncul
di malam hari. Kalau ia muncul, ia berdiri di tengah jalan dengan melihat ke
semua arah di sekitar ia berdiri.
Diceritakan, semat belkat itu sering terlihat
oleh anak-anak muda yang pulang dari rumah temannya atau pulang dari pacaran
antara pukul 24.00 WIB sampai pukul 02.00 WIB pagi hari. Atau sering terlihat
ketika anggota masyarakat pulang dari mencari ikan atau menyuluak.
Menurut ceritanya, semat belkat itu pernah
menampakkan diri di daerah kuburan Desa Kotadonok, di daerah sekitar Pacua
Telai (pacua = pancuran, Telai = nama air yang mengalir di tengah-tengah Desa
Kotadonok) dan di jalan dekat Kubua Lai (kubua = kuburan, Lai = besar )
Kotadonok.
Diduga cerita misteri semat belkat di kalangan
masyarakat Redjang itu memiliki hubungannya dengan makhluk penunggu kampung
(desa), yang erat juga kaitannya dengan cerita turun temurun asal muasal suku
bangsa Redjang.
Walaupun semat belkat digambarkan sebagai sosok
yang mengerikan dan menakutkan. Namun, masyarakat tidak pernah khawatir tentang
keberadaan makhluk itu. Sebab, jika benar kebaradaan dan kemunculannya itu ada,
jelas makluk bernama semat belkat itu adalah sebangsa jenis jin, setan atau
makhuk itu bisa jadi bukan sejenis makhluk yang dikenal dengan sebutan hantu di
kalangan masyarakat luas.
Cerita semat belkat itu ada dalam riwayat
perjalanan masa ke masa masyarakat redjang di Lebong. Mungkin akan tetap
terkenal hingga kiamat kelak. Sebab, cerita itu berkaitan dengan makhluk halus.
Hanya, dalam perkembangannya (mungkin) akan dimodifikasi sesuai dengan tingkat
dan pola pikir masyarakat Redjang.
4. Jabolan
SALAH satu cerita yang cenderung sebagai legenda
rakyat Redjang di Lebong adalah kisah petualangan orang misterius yang sering
disebut dengan nama Jabolan. Cerita rakyat ini sepertinya cerita baru sesudah
Indonesia merdeka. Namun, tidak ada satupun yang dapat menjelaskan secara
nyata, siapa sebenarnya Jabolan itu.
Sedikit kita mundur ke belakang cerita Jabolan,
untuk menggambarkan sosok misterius seorang bernama Jabolan. Manusia bernama
Jabolan itu memang manusia yang diidentikkan (disamakan) dengan seorang
penjahat kelas kakap. Kejahatan yang dilakukannya hanya sejenis. Yaitu menculik
orang atau anak-anak untuk dijadikan tumbal sesuatu bangunan. Sebut saja untuk
membangun jembatan.
Konon khabarnya, pada zaman Hindia Belanda
menanamkan kekuasaan jajahannya di tanah Renah Sekalawi (Lebong sekarang).
Untuk membangun sebuah jembatan selalu dikaitkan dengan kepercayaan mistik.
Maksudnya, agar jembatan kuat dan tanah lama, maka di bawah atau di dalam
pondasi harus ditanam kepala manusia.
Nampaknya kepercayaan orang-orang Belanda zaman
Hindia Belanda itu mengambil inti sari kehidupan masyarakat Redjang sebelumnya.
Yang walau sudah menganut agama, khususnya Islam. Masih tetap percaya dengan
mistik. Kemungkinan kepercayaan itu berasal dari asal muasal orang Redjang pada
masa kejayaan Ajai-Ajai (Pemimpin suatu kelompok masyarakat di Redjang) dan
masa Bikau. Bikau itu sendiri berasal dari kata Biku atau Bhiksu yang pada
umumnya menganut agama Budha. Dari pengertian itu, besar kemungkinan para Bikau
yang menggantikan kedudukan para Ajai-Ajai di Lebong (sekarang ini) adalah para
penganut Budha yang terpelajar bahkan sudah menyandang status sebagai bhiksu.
Oleh karena itu, kepercayaan menanam kepala
manusia sebelum membangun jembatan atau bangunan di tempat yang dianggap angker
merupakan peninggalan nenek moyang orang Redjang. Walaupun sekarang kepercayaan
itu sudah ditinggalkan. Zaman Orde Lama bahkan masuk ke zaman Orde Baru
kepercayaan itu masih ada. Tetapi yang ditanam bukan kepala manusia, melainkan
kepala kerbau.
Diperkirakan cerita tentang sosok misterius
Jabolan berasal dari kepercayaan tersebut. Tugasnya adalah mencari kepala
manusia. Tentu dilakukan dengan cara tersembunyi dan menyembunyikan prihal
tentang dirinya.
Masyarakat Redjang di Lebong mayoritas
penduduknya bermata pencaharian dari sektor pertanian dan perkebunan. Biasanya
sepanjang hari berada di sawah, kebun atau di ladang. Bahkan, banyak dari
keluarga orang Redjang itu sampai sebulan lebih berada di kebun atau sawah
mereka.
Dengan demikian anak-anak mereka ditinggalkan di
kampung atau disebut dengan dusun. Biasanya para orangtua selalu menasehati
anak-anak mereka, agar hati-hati. Terutama jangan pergi ke pinggir hutan
sendirian atau ke tempat yang sunyi secara sendirian. Biasanya nasihat itu
ditambahkan menyebut nama Jabolan sebagai sosok orang yang sangat ditakuti.
Menurut ceritanya, pola kerja Jabolan nyaris sama
dengan harimau yang mengintip mangsanya di tengah hutan. Jabolan selalu
mengintip orang dari hutan-hutan di sekitar kampung hingga bertemu dengan
anak-anak. Walaupun cerita Jabolan begitu populer sampai-sampai sekarang
orangtua yang menyebut atau menjuluki anak-anak dan remaja yang nakal, juga
dengan sebutan Jabolan.
Pertanyaannya sekarang, apakah betul kisah
Jabolan itu nyata? Atau sekedar peringatan para orangtua kepada anak-anaknya
saat ditinggalkan di kampung, agar tidak bermain jauh ke tengah hutan. Maklum
kampung-kampung di Lebong pada umumnya tidak jauh dari hutan belantara.
Saya sendiri ketika masih sekolah di SDN 1
Kotadonok antara tahun 1966 sampai 1971 sangat kerap mendengar cerita aksi
Jabolan dengan menyebut beberapa korbannya di beberapa kampung. Tapi, Jabolan
tidak pernah tertangkap oleh masyarakat atau penegak hukum. Ataukah memang ia
adalah agennya pemerintah (Zaman Hindia Belanda).
Belum diketahui persis, yang jelas mengidentikkan
penjahat dengan Jabolan adalah sesuatu yang tepat. Sebab, predikat Jabolan itu
adalah predikat yang diberikan kepada orang yang suka berbuat jahat kepada
orang lain, yaitu pekerjaan yang dilakukan adalah menculik orang lain. Tentu,
pekerjaan itu ada imbalannya.
Semulen jang / Rejang girl
Tidak ada komentar:
Posting Komentar