Kamis, 17 Januari 2013

Bintang Purnama




BAB 1
BINTANG PURNAMA.
           Jelang malam, seperti biasa Randu Bintang mengenakan pakaian kebangsaannya, simple, keren dan sederhana. Dia suka warna hitam dan topi di pakai terbalik, selalu. Rambut panjangnya kadang diikat, tapi kali ini cuma digerai dengan ditutup topi. Veldo n Rahman sudah menunggunya di luar. Sabtu malam, mereka selalu mengunjungi arena balap ciptaan mereka sendiri.
           Bersenang-senang  bahkan adu maut dengan geng-geng lain. Randu mengeluarkan mobil kijang, ia minta Veldo yang menyetir. malam ini dia kelihatan sedikit lesu, karena Papanya akan pergi ke luar negeri selama sebulan untuk urusan bisnis. Veldo merasa bete, kalau melihat Randu diam begitu. Dari belakang stir Veldo pun mulai komplin.
           “Udah deh Ran…, bukannya lo senang bakal punya temen baru? Ntar kita ajak ikut balapan aja, kan asyik tuh. Bener gak Man…?” Veldo melirik Rahman sekilas. Rahman mengacungkan jempolnya tanda setuju.
           “Bukan itu persoalannya. Goblok amat sih..!?” Upsss! Randu mulai kumat bicara kasarnya dan itu tidak boleh ditiru. “Itu intinya, sama aja Bokap gue anggep gue gak berani di rumah sendiri, yang cuma ditemani para pembokat. Moga-moga aja cewek yang bakal satu kamar sama gue nanti kayak Xena, kan asyik tuh.” Ujar Randu sembari menatap ke depan. Rahman bersandar di jok belakang. (Xena Warrior Princess : adalah tokoh wanita jagoan di serial TV, yang di tayangkan pada tahun 1995-2001). Randu kecil pernah melihat serial itu di televisi saat bi Ijah, pengasuhnya menonton.
      Bukan sekali dua kali Randu ditinggal papanya tugas ke luar, tapi entah kenapa untuk kali itu ia meminta Randu ditemani seorang teman.
           “Kenapa juga dia mesti satu kamar sama lo, kayak gak ada kamar lain aja.”
           “Itu sudah keputusan Bokap. Tau tuh…, aneh-aneh aja, alasan yang gak masuk akal, masa gara-gara kamar gue muat 6 orang, kata Bokap sangat cocok buat gue sama Rimba.”
           Veldo nyaris ngerem mendadak.
           “Rimba!? Cewek yang bakal nemenin lo itu namanya, Rimba?” soalnya selentingan dia pernah mendengar nama itu.
           “Huuhh !!” Randu melempar Veldo dengan kaleng minuman bekas. ”Minggir-minggir…, bawa mobil kaya siput.” Randu menarik Veldo ke samping. Ia lalu menggantikan posisi Veldo tanpa menghentikan mobil terlebih dahulu membuat jalannya tidak karuan. Rahman cekikikan kegirangan. Sebab bila Randu sudah pegang stir pasti seru. Karena dia gila dan sedikit membuat Veldo sport jantung. Stir mobil sudah di tangan Randu. Mobil itu sudah membelah malam. Randu tidak pernah kapok di tangkap Polisi, dia terlalu pandai memanfaatkan posisi papanya di pemerintahan. Beberapa menit kemudian Randu menepikan mobil. Ia keluar, diikuti Veldo n Rahman. Rahman menatap Randu.
           “Ada apa? Malam ini kan, geng-nya Dodo menunggu kita. Semoga lo gak lupa dengan janjinya.”
           “Kayaknya malam ini gue lagi males, mood gue lagi jelek banget.” Kata Randu tanpa gairah.
           “Ntar dulu..” Veldo ikut bicara. ”Lo gimana Ran…, malam ini, Dodo tuh cuma nantang Lo.”
           “Lo kok gak ngerti banget sih. Kalo gue bilang gak mood ya udah.” Randu mulai naik darah.
           “Mulai dehh.” Rahman menengahi. ”Gini aja, gimana kalo kita makan dulu? Abis itu baru kita pikirkan lagi.” ‘Sebenarnya sih, gimana pun juga yang namanya janji ya harus di tepati.’ Kata Rahman dalam hati.
           “Lo benar Man, gue kayaknya emang harus makan dulu nih. Soalnya dari tadi otak gue gak bisa mikir.” Kata Randu. Ia balik ke dalam mobil. ”Gue di belakang aja deh.” Kali ini giliran Rahman yang nyetir. Randu rebahan di jok belakang dan memejamkan matanya. Belum juga jauh mobil bergerak, sudah di hadang oleh geng Dodo. Rahman terpaksa berhenti.
           “Ada apa Man? Kok brenti, mang dah nyampe kafe?” Kata Randu masih tiduran di jok belakang.
           “Bentar lagi, tapi kayaknya ada gangguan teknis di depan tuh..” Veldo n Rahman keluar dari mobil untuk memastikan gangguan seperti apa persisnya.
          Dodo sudah berdiri di hadapan mereka, bersama dengan kedua temannya yang menatap sinis pada Veldo n Rahman.
           “Hey…! Nyali kalian ternyata cuma segini ya? Gue tunggu dari tadi tapi kalian malah ngumpet di sini, seperti kelinci yang ketakutan. Mana Ratu kalian, si Randu itu?? O, bukan, maksud gue, cewek kalian. Gue gak salah dengarkan kalo dia di juluki sebagai Ratu jalanan?!”
           Rahman marah saat Dodo mengatakan Randu adalah pacarnya bersama Veldo.
           “Heyy.., hati-hati dengan mulut lo ya…! Tarik lagi kata-kata lo itu!”
Dodo malah tertawa keras, ia melirik kedua temannya sejenak. mendengar suara tawa Dodo mamaksa Randu keluar dari dalam mobil. Ia membetulkan posisi topinya dan berdiri di antara Veldo n Rahman.
           “Do…, gue pikir juga sebaiknya lo tarik lagi ucapan lo yang tadi.” Kata Veldo. Dodo tertawa lagi.
           “Liat, Men…., seorang cewek cantik berteman dengan dua cowok tampan yang tak bernyali. Eh, apa kalian percaya kalo ada cowok bisa berteman dengan cewek? Mereka pasti pacaran bergantian, bener nggak?” Dodo memtertawai mereka.
          Veldo n Rahman nyaris saja menghajar mulut Dodo kalau saja Randu tidak buru-buru melebarkan tangannya. Ia tahu Dodo sedang memancing emosinya.
           “Do.., malam ini gue emang lagi gak mud, mendingan lo pulang aja, dan sebelum pergi lo tarik dulu kata-kata lo.”
           “Kalo gue gak mau, lo mo apa?” Tantang Dodo. Membuat Randu tersenyum.
           “Oke, begini aja. Gimana kalo gue makan dulu, setelah itu lo mau apa, gue ikutin, terserah.” Usul Randu akhinrya.
           “Sombong sekali lo.” Dodo merasa di remehkan.
           “Gue cuma bilang mau makan dulu, apa kurang jelas?”
Dodo sepertinya sudah hilang kesabarannya. Ia menyerang Randu dengan tangan kosong. Sebelum Randu menghindar Veldo sudah menepis tangan Dodo. Randu geleng-geleng kepala.
           “Lo sepertinya gak bisa di ajak ngomong baik-baik ya? Pertama lo asal bicara, kedua mau main fisik. Dua kesalahan yang sukar di maafkan. Untuk terakhir kalinya gue ingetin lo, kalau lo gak mau cabut omongan itu, lo pasti gak akan bisa bayangin apa akibatnya buat lo.”
           Detik berikutnya, Rahman melemparkan sebungkus burger ke arah Randu.
           “Randu…! Tangkap!”
           Randu menoleh, detik selanjutnya, makanan kesukaannya sudah berada di tangan. Terdengar Dodo menghela napas kesal.
           “Ran…., gue cabut ucapan gue asal lo mau turun malam ini.”
Randu duduk di kap mobilnya untuk menikmati makanannya sama seperti yang Veldo n Rahman lakukan.
           “Itu bukan gaya gue.” Katanya sambil menggigit burger terakhirnya.
Sepertinya Dodo tidak berhasil memancing emosi Randu. Sejenak ia memandang kedua temannya yang hanya menunggu dari tadi. Ia menoleh kembali ke Randu.
           “Julukan Ratu jalanan itu ternyata hanya isepan jempol belaka.” Ejek Dodo.
Randu menatap Dodo. Baru tahu dia kalau dirinya di juluki seperti itu. Sepertinya bagus juga. Ia tersenyum, lalu mendorong Veldo lembut.
           “Gue tunggu disini. Lo berdua Rahman ladenin dia. Bosen gue dengar ocehan dia, Do, kalo lo menang dari temen gue, baru lo berhadapan sama gue.” Randu mempercayakan Veldo untuk adu kecepatan dengan Dodo. Tapi itu merupakan sebuah hinaan bagi Dodo, sebab ia cuma ingin menantang Randu.
           “Ran…, kenapa harus gue?” Veldo keberatan dan tentu saja tidak siap.
           “Ayolah Vel…., buat dia menarik ucapannya tadi, sepertinya dia mulai keras kepala sekarang.” Kata Randu cuek.
           Rahman menarik tangan Veldo. ”Ayolah…!” karena ia sendiri sudah tidak sabar ingin melumat Dodo di Arena. Dodo masih menatap Randu. Ada cinta dan kebencian di matanya untuk Randu. Randu tersenyum di ujung bibirnya, seakan mengejek Dodo yang lagi gemes dan kesal.
           “Do, kalah atau pun menang nanti, lo akan tetap adu balap sama gue, tapi tidak sebelum lo tarik ucapan lo. Bersiaplah. Temen gue udah gak sabar tuh!”
           Dodo merasa tersinggung dengan ucapan Randu.
           “Gue akan tantang teman lo dengan satu syarat, kalo gue menang lo harus jadi pacar gue.”
           “Lo dah mulai banyak aturan deh, oke…, tapi jika temen gue yang menang maka lo harus mundur dari balapan sampai tiga bulan ke depan, serta tarik ucapan lo, gimana?”
           “Deal!” Kata Dodo pasti.
           Randu tersenyum. ”Come on guys.” Ia memberi aba-aba sama temannya. Lalu menghampiri Veldo yang sudah duduk di belakang stir. ”Vel, kata Dodo, kalo lo kalah, gue harus jadi pacarnya.”
           “Gila lo Ran…, seharusnya gak usah terpacing omongannya.” Komentar Rahman yang sudah duduk di sebelah Veldo.
           “Tenang Man.., gue yakin lo berdua gak akan mau gue sampai jadian sama tu monyet, kan? Libas dia!” Randu menutup pintu mobil. Randu sendiri harus yakin kalau Veldo bisa menang, harus!             
             Salah satu teman Dodo tinggal bersama Randu. Mereka memberi aba-aba di jalanana yang sepi itu.     Beberapa detik kemudian mobil melesat kencang. Dalam jarak satu kilo meter mereka harus mengambil bendera yang sudah di letakkan di tepi jalan.
           Randu melirik teman Dodo. pria itu salah tingkah dan menggaruk-garuk kepalanya.
           “Kenapa lo, kutuan? Heeh…, gimana kalo gue benar-benar pacaran sama Bos lo? Rela nggak?” Randu menggoda teman Dodo.
           Cowok itu senyum. ”Gue sih seneng-seneng aja, Bos gue kan naksir berat sama lo.”
           “O, ya…?, sayangnya gue gak tuh.. karena dia bukan tipe gue, dia pengecut.”
           “Tapi bos gue, kalo uda ngomong serius.”
           “Seriuus, serius apanya? Mungkin dia pikir gue takut dengan tantangannya.”
           “Berarti, kalo Veldo kalah lo mau jadi pacarnya Dodo? Kata lo, Dodo bukan tipe lo?”
           “Hey…, gue kan harus konsekuen!”
           Cowok itu manggut-manggut kayak orang bodoh.
Kalau mau jujur, Randu sebenarnya agak ragu dengan Veldo. Namun dia harus pegang 51 persen kemenangan untuk Veldo. Veldo memang jarang menang di Arena balap karena dia kurang yakin dengan kemampuannya sendiri.
           Dodo mendahului kijang itu, membuat Veldo gugup. Rahman meliriknya.
           “Vel…, Randu taruhannya. Sebagai teman lo gak mau kan Randu jatuh ke tangan si brengsek itu dan membuatnya tertawa menang?” Kata Rahman tajam namun dengan nada pelan.
           ‘Aduh…. Randu, kenapa juga lo pake terima taruan yang beginian?’ Guman Veldo. Ia menginjak gasnya berusaha menyalip mobil Dodo. Tentu saja ia tidak rela temannya pacaran dengan cowok sialan itu.Veldo berhasil mendahuluinya. Rahman melihat bendera lalu mengisyaratkan pada Veldo untuk berhenti sejenak agar ia bisa mengambil bendera itu. Detik berikutnya di ikuti sama Dodo. Saat Rahman masuk, Veldo gugup membuat Dodo berputar lebih cepat.
           “Kita akan menang.” Dodo tertawa. ”Mana bisa anak Mami itu ngalahin gue. Sepertinya Randu terlalu nyepelein gue. Masa gue di suruh turun dengan anak kunyuk itu?”
           “Lo bener Do.” Tambah temannya berusaha memanas-manasi Dodo..
           Rahman menghela napas. ”Kenapa lo biarin Dodo lewat? Jangan kecewain gue sama Randu sobat. Lo pasti bisa, gue yakin.” Rahman memberi semangat untuk Veldo.
           Veldo menarik napas panjang. Dan.. detik berikutnya mobil melaju seperti angin.
           ‘Ayo Vel…., buktiin kalo lo mampu. Rahman sama Randu aja percaya. Gue gak boleh ngecewain mereka.’ Bisik Veldo dalam hati. Detik selanjutnya Veldo berhasil melewati Dodo. Dodo geram lalu berbalik menyalip. Rahman kecewa. Dodo sudah bisa melihat bendera merah yang melambai di tangan temannya yang berdiri bersama Randu. Tapi sayang, saat Dodo merasa menang, ia lengah dan saat itulah Veldo berhasil mendahuluinya. Di detik terakhir, Veldo menang.
           Randu menghela napas lega, tanpa harus melompat kegirangan, ia memeluk kedua sahabat tersayangnya yang hebat.
           “Lo hebat Vel, kalian hebat.” Mereka tersenyum. Veldo sendiri menghela napas panjang seakan tidak percaya. Randu melirik Dodo yang sudah keluar dari mobil. ”Hmm.. sepertinya lo anggap enteng temen gue kan? Itu sama artinya lo menghina gue. Sorry ya, kayaknya kita belum jodoh. Lo gak lupa perjanjiannya, ’kan?”
           “Oke. Gue cabut kata-kata gue, kalian memang cuma temenan dan bukan pacaran. Tapi tiga bulan lagi gue tantang lo dan gue yang bikin perjanjiannya. Lo pasti gak akan bisa bayangin.”
           “Lo atur aja deh, apa pun taruhannya lo pikir aja dari sekarang. Kita akan ketemu lagi disini tiga bulan lagi, di  tanggal yang sama, Oke… bye.. bye…!” Randu mengajak temannya pergi. Dodo membanting pintu mobilya.
           “Cewek sialan! suatu saat dia harus berada dalam genggaman gue.” Tadinya Dodo percaya seratus persen kalau bisa menang dari Veldo.
           Randu bersama Veldo n Rahman kini asyik menikmati musik di kafe. Mendengarkan anak-anak Band sedang memberikan permainan terbaik mereka. Para pengunjung kafe sedang menikmati makanan serta minuman kegemaran mereka, bersama malam yang terus bergulir.
          
           Pagi-pagi buta, Papa sudah ada di kamar Randu. Ia menepuk lembut bahu anaknya. Randu masih lelap dan terlihat lelah. Biasanya dia marah kalau di bangunkan oleh siapa pun seisi rumah. Apalagi kalau hari libur begini. Jatah tidurnya biasanya sampai pukul 10.00 pagi. Kalau hari sekolah yang membangunkan dia adalah Veldo n Rahman lewat ponselnya. Itu pun masih sering membuatnya terlambat. Gurunya juga sudah malas menegur dia. 
           “Sayang…., Papa tidak bermaksud membangunkanmu tapi Papa harus berangkat sekarang. Kira-kira jam sepuluh nanti temanmu si Rimba itu akan datang ke sini, dia akan menemani kamu selama Papa ada di luar. Papa harap kalian bisa cocok.”
           Randu mencoba bangun, duduk dan dengan susah payah membuka matanya. Ternyata Papa sudah rapih dan tersenyum padanya.
           “Pa…., kenapa sih mesti ada orang lain? Orang tidak Randu kenal lagi. Veldo sama Rahman itu sudah cukup, mereka itu sudah sering banget menginap disini.”
           “Sayang…, Papa sudah terlanjur membicarakan ini sama sekretaris Papa. Katanya keponakannya itu bersedia menemani kamu. Ini demi kebaikan kamu juga kok.”
           Randu tiduran lagi. “Ya udalah.., asal Papa seneng.”
           Papanya tersenyum. ”Maunya Papa kamu juga seneng, hmm…?” Papa menunggu jawaban Randu. Akhirnya Randu membalas senyum Papanya. ”Papa pergi yaa..” Ia mencium kenimg Randu sekilas.
           Sepeninggal Papa, Randu menyetel tape dengan volume kencang lalu kembali tidur, meneruskan mimpinya…..diiringi teriakan suara Tantri ‘KOTAK’. Randu tidur selalu mengenakan kaos atau kemeja berlengan panjang, kancing atas terbuka satu, kancing lengannya tidak pernah di kancing dan lengan bajunya menutupi jari-jarinya. Memakai kaos kaki, tanpa mengenakan celana pendek. Pahanya cuma di tutupi oleh kemejanya. kebiasaan itu akan di ganti setelah ia mandi.     
          Kamarnya tidak pernah rapih, ia tidak suka pembantu mengutak-ngatik kamarnya. Selain mengepel dan mengambil pakaian kotor pembantunya tidak berani melakukan lebih dari itu. Nah, jika pakaiannya masih menggantung berarti masih ingin di pakai kecuali kalau sudah tergeletak di lantai. Aneh memang, kamar Veldo n Rahman saja terkadang masih bisa terlihat rapih. Cuma persamaan mereka adalah kamar mereka seperti milik bersama. Tidak ada yang di sembunyikan atau di rahasiakan, saling terbuka. Itu komitmen lisan mereka sejak tiga tahun yang lalu.
           Hidup ini terkadang seperti mimpi saja…..!!!!
           Coba saja bertanya pada nenek atau kakek kita, dan minta ia menceritakan kehidupan masa kecilnya. Jika ada kejadian lucu, indah dan menyedihkan saai ia masih kanak-kanak…dan dengan santainya ia mengatakan. ‘Seperti mimpi saja rasanya, kejadian itu seakan terjadi baru saja kemarin.’
***
Bersambung.......>>