Mr “Kamu marah ya, aku gangguin terus?”
Ms “….?” Tidak dijawab.
Mr “Malam minggu kita nonton ya, terserah kamu maunya di mana.”
Ms “Sorry, nggak bisa. Mau aku bikin surprise? Lagi di jalan ya?”
Mr “Ya nih, lagi di stasiun Manggarai. Aduh kamu bikin aku penasaran, jangan gitu dong. Apa sih? Apa aku harus nginep?”
Ms “Tapi aku harus tahu dulu dan kamu harus jawab jujur pertanyaanku. Sebelumnya maaf, mungkin ini agak kurang etis. Kamu pernah ‘Make Love’ nggak?”
Mr “Jawabnya jangan di sini, nanti kalau kita berdua aku akan jawab semua yang ingin kamu tanyakan. Maksud kamu kita akan melakukan semua itu malam minggu besok? Jawab aja nggak apa-apa, kita kan sama-sama sudah dewasa.”
Ms “Emang pengen ya?”
Mr “Hehehe aku jadi gemes deh sama kamu. Memang kita mau melakukannya di mana?”
Ms “Jangan plin plan dong, seriuslah sedikit. Kalo aku tanya jangan tanya balik. Tolong dijawab yang tadi.”
Mr “Kalo memang kamunya mau, aku sih nurut aja. Terus kamunya gimana?”
Ms “Itu urusan nomor dua dan urusan gampang, yang aku perlu adalah jawaban kamu dulu. Emangnya kamu nggak rugi apa?”
Mr “Kalo kamunya mau akunya juga mau. Nggak ada yang rugi, betul nggak? Hehehe aku sudah jawab, nanti kalo aku mau kamunya nggak akan repot.”
Ms “……..?” tidak dijawab, kayaknya dia tidak nyambung.
Di lain hari………..,
Miss called sampai dua kali.
Tidak diangkat.
Mr “Kenapa tidak dijawab? Malu ya?”
Ms “Hei kenapa harus malu? Kan aku sudah bilang, jawab dulu pertanyaanku, titik.”
Mr “Baik, akan aku jawab. Aku mau melakukan itu hanya dengan kamu. Lain orang, puas?!”
Ms “Belum puas. Pertanyaanku tadi ‘Kamu sudah pernah belum’?”
Mr “Belum….. kenapa sih kamu?”
Ms “Jangan marah dong, ini sebenarnya agak sensitif. Kemarin aku sudah bilang nggak rugi? Kamu jawab nggak. Malemnya aku jadi bertanya-tanya, karena menurut aku pribadi gak mungkin orang single dan belum menikah mau melakukan itu sama orang yang sudah menikah, aku nggak salah, kan?”
Mr “Terus aku tanya sama kamu… kamu ‘Mau’ nggak melakukan itu sama aku?”
Ms “…….?” Tidak dijawab.
Mr “Kamu curang ya? Kamu sendiri ditanya, seperti itu. Kamu nggak fair juga orangnya. Kenapa nggak dijawab?”
Ms “Kecewa ya? Asal tahu aja ya Mas.. jawabannya untuk saat ini “Tidak!”
Mr “Kalo malam minggu nontonnya di mana? Gimana kalo aku yang bikin surprise? ‘Itu tadi kemarahan kamu’ asal kamu tahu aja ya, bukan aku yang mulai duluan pembicaraan nggak benar itu, kamu aja yang mengarah ke sana. Aku tadi maunya ngobrol biasa dan aku sebenarnya mau mancin kamu aja. Karena kamu mulai lebih dulu hehehe…”
Ms “Oke, kita tutup saja yang satu itu, kamu dah pancing aku dan kamu juga dah dapet jawabannya, kan? Kalo mau ngobrol cukup dengan satu garis yaitu ‘Teman’! kalo kamu bilang aku yang mulai, kamu salah! Aku tanya gitu karena kamu bilang ‘Takutnya aku kepengen’ yah, kepengen apa coba? Wajar dong aku tanya seperti itu?”
Mr “Kamu salah menilai aku. Kalo aku kepengen dan punya niat jelek sama kamu, pasti aku datang pas disaat mati lampu dong, ya nggak? Karena gelap atau kenapa aku tidak lakukan aja waktu nonton. Tapi itu nggak aku lakukan. Kenapa aku mau datang ke tempat kamu? Karena kamu yang mengundang aku ke sana. Ini menjadi pertanyaan buatku. Sudah menikah kok mengundang laki-laki ke rumah.”
Ms “Oooo…. Jadi itu tanggapan kamu? Kamu waktu itu tanya di mana tempat ngobrol paling enak? Aku jawab, ya di rumah. Ga mungkinkan aku jawab di hotel atau aku saja yang mendatangimu…! Kamu dah tahu kan kalau aku dah nikah. Kalo aku sih nganggap kamu hanya tamu nggak lebih.”
Mr “Hehehe lucu juga ya? Awalnya memang menggelitik buatku, kamu benar anggap aku tamu karena aku pun anggap kamu bukan siapa-siapa. Bukannya sombong… walau single ngapain aku cari isteri orang atau hanya mengumbar nafsu, maaf ya… yang masih gadis aja banyak.”
Ms “Nah, gitu dong! Baru keluar aslinya. Emang itu maksud aku, ngapain coba! Ga lupa kan pertanyaanku? ‘Ga Rugi Apa?’ eh… situ jawabnya ‘Ga ada Ruginya’ sekarang dah dapat titik temunya. Jadi ngapain minta maaf?”
Mr “Ha ha ha kamu orang paling lucu yang pernah aku kenal hehe… pertanyaan dan jawabanku sudah dalam satu paket dalam ilmu memancing. (bagaimana sih seorang yang disebut
sudah menikah alias sudah mengerti) hehe…”
Ms “Kalo kamu merasa jago memancing, mengapa waktu aku tanya kamu malah emosi? Apa kamu gak nyadar kalo sebenarnya kamulah yang kepancing? Jadi yang lucu di sini siapa?”
Mr “Kamu memang sudah nikah, tapi dalam ilmu yang satu ini kamu belum apa-apa, itukan tak tikku. Kalo aku emosi/sedih atau apalah itu, hanya ingin tahu jawaban dari kamu.. begitu Madam..! hehehe.”
Ms “Kok jadi ngeles ? jadi kamu pikir aku kepancing? Kamu pikir kamu hebat Mister….??
Mr “Segampang itu? Apa maksud kamu, aku hanya orang bodoh?! Aku belum hebat? Aku tidak mau jadi orang sombong, aku adalah orang yang masih harus banyak belajar tentang hidup.”
Ms “Tuh kan, mulai lagi. tadi situ yang bilang… aku dah nikah, tapi nggak tahu apa-apa tentang ilmu.”
“………?” break…..???
Malam besoknya……..,
Mr “Hey….. sudah tidur ya? Aku yakin dibalik itu semua sebenarnya kamu ingin mengatakan ‘Ya’ tapi mungkin kamu malu mengatakannya atau ada hal lain yang membuat kamu takut untuk mengatakannya ‘Ya’ menurut aku, kita gentleman aja dan ga perlu ada yang dirisaukan.”
Ms “Masih mikirin itu……..? aku sendiri udah ngelupain tuh! Mau yang gentleman? Jawabnya tetap ‘TIDAK!’
Mr “Good answer, itu yang aku inginkan, aku salut. Jadilah wanita yang baik. Jujur aja, aku memang suka memuji orang, tapi untuk melakukan hal yang negatif? ‘NO’ masih nonton?”
Ms “Lagi denger radio, hati-hati memuji orang dengan modal mengatasnamakan kemiripan face mantan. Ga semua wanita bisa menerima itu.”
Mr “Wajah kamu memang mirip, kerasnya sama, sama-sama baik dan suka olahraga. Ga tahu lahirnya sama apa nggak. Kamu sempet kesel ya…..?”
Ms “Kesel sih nggak, tapi seru aja.”
Mr “Haha… kamu tau nggak? Aku tadi sebenarnya sempet ketawa ngakak pas lagi hot dan seru-serunya. Aku mikir, wah gimana caranya nih biar seru, eh ternyata bagus juga ya debat sama kamu. Kamu bisa telepon aku nggak?”
Ms “Sorry ya…. Nggak bisa.”
Mr “Berarti malam minggu bisa nonton bareng donk? Hehehe.”
Ms “Oh, kenapa nggak? Tentunya sama keluargaku.”
Mr “Ceile… jawabannya jadi beda, hehehe.”
Ms “Bukannya beda, kebetulan aja mereka lagi ada di rumah. Hehehe juga.”
Mr “Klo gitu kamu masih marah dong? Katanya nggak apa-apa, kamu nggak mau lagi temenan sama aku?”
Ms “Heiiiisttt… perlu digarisbawahi ya. Tadikan aku sudah bilang, boleh ngobrol hanya dalam satu garis yaitu TEMAN.”
Mr “Maksudnya ‘Heeeiiiist’ itu apa sih?”
Ms “Kok udah mulai nggak nge-cun? Ngantuk ya?”
Mr “Ya ngantuk nih, habisnya kamu marah-marah terus. Gara-gara debat tadi jadi begini. Eh ya, sebenarnya make love itu apa sih? Kasih tahu dong.”
Ms “Udah, jangan dibahas lagi masalah itu. Tadi sudah dibilang kita tutup aja tentang itu, ntar baliknya ke sono-sono lagi. aku sendiri juga nggak tahu apa artinya.”
Mr “Kamu jahat deh, gitu aja nggak dikasih tahu. Katanya teman, seharusnya kamu kasih tahu.”
Ms “Sebaiknya kamu tanya sama orang lain, teman yang lebih kamu percayai.”
Mr “Temanku itu adanya di Medan.”
Ms “Udah ah. Jangan mancing-mancing lagi, basi dan jangan berpura-pura polos.”
Mr “Sumpah, aku nggak tahu. Jorok ya? Aku janji deh nggak ngomong sama siapa-siapa, asal aku diberitahu.”
Ms “Sebenarnya aku juga asal ngomong, nggak tahu pasti apa artinya. Kalo kamu benar-benar ngak tahu, kenapa waktu aku tanya jawabanmu bisa mengalir terus?”
Mr “Yah, berarti kamu bukan teman aku dong.. masa nanya nggak dikasih tahu. Padahal itu kan ucapan kamu, sayangnya aku nggak punya teman yang aku percayai, giliran dapet jawabnya kayak gini. Tadinya aku menganggapnya itu ‘Ciuman sayang’”
Ms “Oh, kalo gitu kamu bohong dong? Sorry…. Jangan marah dulu. Masa ciuman sayang dan nonton aja belum pernah? Kamu bink aku pengen ketawa ajaaa. Ya…’Mendekatilah’ kok ngomongnya jadi ngelantur sih, teman?”
Mr “Yah…maklum deh. Keluarganya itu sangat kental sekali dengan agama. Sebenarnya nggak ngelantur, aku memang nggak tahu. Mendekati apa maksud kamu? Yang jelas dong say, jawabnya.”
Ms “Kita pending aja deh soal itu. Karena kayaknya nggak penting-penting amat kok, oke!? Nanti kalo udah saatnya pasti aku kasih tahu.”
Mr “Sampai kapan dong aku serbah salah jadinya, di mana pertemanan kamu? Kan aku sudah bilang nggak kasih tahu siapa-siapa, sumpah! Ayo dong say…”
Ms “Tadi kamu bilang, agamanya sangat kuat tapi kenapa denganku kamu mau melakukannya? Apa setelah melihat aku agama itu sedang melemah? Jangan di ambil hati.”
Mr “Bukannya begitu, kamu tuh bikin orang gemes aja. Sayang…… aku yakin agamamu sangat kuat, makanya tak goyah. Aku pikir…. Kamu sedang…. Begitu say…”
Mr “Maksudnya begini lho. Sama wanita yang kamu sukai kamu nggak mau dengan alasan agama melarang, tapi kenapa sama aku kamu mau? Kamu beda! Atau mau mengabaikan larangan itu?”
Mr “Say, kayaknya munafik banget ya kalo nggak mau. Kamu juga kalo di posisiku pasti bersikap sama. Apalagi didasari rasa cinta, iya kan?”
Ms “Hehehe… kok jadi masalah munafik? Kita lagi ngomongin masalah larang melarang/langgar melanggar, jadi di mana dong kekuatan agama yang kamu sebut tadi?”
Mr “Ya, intinya salah. Tapi kadang-kadangkan sebagai manusia punya pandangan masing-masing, kalo kamu sendiri punya pandangan lain nggak?”
Ms “Punya, tapi aku sudah ngantuk.”
Mr “Ayo dong…. Make Love apaan sih?”
Ms “…….?” Nggak ngerti dia kalo orang sudah mengantuk.
Keesokan paginya…….,
Mr “Mau temenin aku nggak? Ke Bogor yuk? Mau ya?”
Ms “…..?” tidak dijawab.
Misscalled terus/telepon sampai siang.
Malamnya………,
Mr “Lagi ngapain? Aku kok jadi mikirin kamu terus sih?”
Ms “…… @##$#^$&%*^(@#*?”
Telepon jam sebelas malam dan jam dua dini hari.
Ms “Kamu itu mau ngomong apa sih?” (Mengangkat telepon meski Sudah kesal sekali)
Mr “Lagi tidur ya? Aku cuma ngebayangin ternyata kamu itu nggak seperti wajahnya.”
Ms “Maksud kamu?”
Mr “Kamu itu kalo dilihat, wajahnya tenang, damai sekali tapi kalo sudah ngomong, nggak pernah aku bayangkan. Tapi aku suka.”
Ms “Tolong yang spesifik.” (Sudah mulai berasap nih kepala, emosi)
Mr “Begini, kamu itu kalo nanya kayak wartawan…. Maunya jawaban yang mendetil, tapi….
kalau ditanya balik nggak mau jawab. Kamu nggak fair terus-terang aku belum pernah ketemu orang kayak kamu, kata-kata kamu juga diluar dugaan.”
Ms “Kamu tersinggung? Apa ada kata-kataku yang kasar?”
Mr “Tersinggung sih nggak, tapi pedes juga tapi kamu bisa buat aku ketawa, kamu bisa buat aku senang. Aku nggak tahu ya gimana ngomongnya pokoknya kamu itu beda aja. Perasaan aku jadi lain sama kamu, nggak tahu kenapa aku jadi sayang sama kamu, boleh nggak? Kamu mau terima perasaanku nggak?”
Ms “Pedes ya? Sorry deh kalau ada kata-kataku yang kasar, mungkin aslinya sudah begitu. Kalo masalah terima perasaan kamu, yah masa orang senang dan sayang nggak diterima? Syukurlah kalo ada orang senang. Tapi untuk perasaan yang sama, kurasa tidak.”
Mr “Kenapa gitu? Yah aku sih sebenarnya ngerti tapi aku nggak bisa ngilangin perasaan itu, rasanya ingin terus ngobrol sama kamu, ingin terus denger suara kamu. Rasanya senang aja ngobrol sama kamu.”
Ms “Itu hal biasa, ntar lama-lama juga bosen.”
Mr “Nggak, aku nggak akan bosen sama kamu. Kamu belum kenal sama aku sih, kamu itu beda banget. Bisa nggak kita pergi, ke mana aja kamu mau, ke Bogor? Nonton? Atau ke mana aja, mau nggak?”
Ms “Nggak bisa!”
Mr “Kamu boleh bawa temen deh, atau siapa aja asal kamu merasa nyaman. Kapan kita bisa ngobrol lagi berdua? Di rumahmu? Atau di rumahku juga boleh, kapan? Mmm… kamu lahiran tahun berapa? Jujur ya jawabnya.”
Ms “Masalah pergi nonton atau yang lainnya aku nggak bisa, jangan terlalu berharap nanti kecewa.”
Mr “Ya deh, mudah-mudahan aku nggak kecewa, tapi lain kali mau ya? Aku tahu tipe orang seperti kamu.”
Ms “Yang aku tahu keras kepala.”
Mr “Hehehe ya juga, tapi orangnya baik. Kalau sudah sayang sama orang sayang banget tapi kalo udah benci ga ada obatnya, benci banget apalagi kalau sampai ada orang yang nyakitin perasaan kamu. Tapi orangnya baik dan ramah, maksudnya bukan ramah yang suka senyum-senyum sama sembarang orang. Gimana pandangan kamu sama aku yang ngajak kamu ngobrol malam-malam, atau esemes kamu?”
Ms “Pandanganku tentang itu? Yaaaa sekedar untuk mengisi waktu.”
Mr “He hehe… jawabnya kok gitu? Ya deh, tapi bukan iseng. Kalau pandangan kamu secara pribadi? Dari muka kan bisa terbaca.”
Ms “Secara pribadi? Aku nggak bisa, soalnya nggak ada tulisan di wajah kamu yang bisa aku baca, gimana mo komentar, ngobrol aja baru sekali. Klo sepintas, kamu orangnya suka mancing..
dan suka berpura-pura.”
Mr “Maksud kamu pertanyaanku yang waktu itu? Itu bukan berpura-pura, aku memang nggak tahu artinya. Kalo nggak tanya sama kamu sama siapa lagi? kamu aja sebagai teman nggak mau bantuin teman, kasih tahu dong….”
Ms “Sudah…….. lupain aja yang itu. Itu hal yang mustahil, karena nggak mungkin sebagai pria yang berkarir di luar nggak ngerti hal itu, orang akan menjawab jika benar-benar tidak tahu, jadi nggak bisa dibahas lagi, okey?!”
Mr “Tuh, beda beda bangetkan? Bikin orang penasaran ajaa. Kapan-kapan jalan-jalan ke kebun Teh, mau…..???”
Ms “………….?” Nggak dibalas hingga detik ini.
Hal seperti ini seringkali terjadi pada pesan-pesan yang salah sambung.
Semoga tidak ada yang salah paham dengan dialog yang rada NGAUR ini…!!!
By : Helda Tunkeme.
11 september 2012.
******************************************************************************
Tidak ada komentar:
Posting Komentar