Senin, 23 April 2012

Novel 'Tara n Khazilla'



                                        SEBUAH NOVEL TENTANG PERSAHABATAN
                                                                           ***

       Kanker otak merupakan pembunuh yang bekerja diam-diam. Kehadiran kanker otak kadang sangat sulit dideteksi. Gejala umum kanker otak adalah kepala pusing dan mual/muntah.

                                                                             ***

                                                                 S A H A B A T  
                                                               ‘Tara – Khazilla’
       
        Tara adalah seorang mahasiswi kedokteran, punya seorang kekasih yang baik hati. Namun ia tidak pernah mempunyai seorang teman wanita yang benar-benar akrab. Menurutnya punya  teman seorang wanita itu lebih ribet, suka gosip dan  tukang belanja.
        Suatu malam, ia bertemu dengan seorang wanita yang sederhana, seorang karyawan di sebuah butik. Seorang gadis yang menjadi tulang punggung keluarganya, yang tinggal di kampung nan jauh dari hiruk pikuk perkotaan. Seorang wanita yang menyimpan kepahitan hidup yang tidak mungkin ia bisa selesaikan sendiri. Seorang wanita yang merasa tidak membutuhkan siapa pun, dalam kontek tersendiri. Tidak ingin dikasihani dan berjuang demi keluarga dalam kondisi dirinya yang sekarat.
        Entah kenapa setelah bertemu dengan gadis sederhana itu, Tara membuang pendapatnya tentang wanita yang cengeng, suka belanja dan sering mengahabiskan waktu percuma di  mall mall.. dan dengan Khazilla, ia rela melakukan apa saja, bahkan menjual rumahnya demi gadis yang bernama Khazilla tersebut.
        Tara ingin mewujudkan impiannya menjadi seorang dokter yang hebat, sementara Khazilla ingin menjadi seorang perancang busana yang terkenal.. namun keduanya menemui kendala yang tidak sulit. Khazilla mengidap penyakit yang mengerikan, dan Tara merasa tidak sanggup menghadapi itu, sebagai calon dokter ia di uji untuk menangani penyakit yang diderita oleh sahabatnya sendiri. Sahabat sejati akan melakukan apapun….! 
                                                                          ***
 
       Cinta sahabat adalah cinta tanpa syarat……,
       Kehadiran seorang sahabat  ibarat angin menepis mendung…!!!

KHAZILLA PUTUS DENGAN RADIN
       Di sebuah kafe yang sederhana, duduk seorang pemuda yang tidak terlalu tampan namun cukup simpatik. Dia menatap seorang gadis yang duduk di hadapannya. Gadis itu berusia sekitar 20-an, rambutnya sebahu. Wajahnya lumayan manis dan saat senyum tipisnya mengembang terpancar kearifan di wajahnya sehingga ia terlihat lebih bijaksana dari usianya yang sesungguhnya.
        “Kenapa kamu menganggap ‘Putus’ adalah demi kebaikan untuk aku?” tanya si pria yang usianya kira-kira lima tahun di atas usia si wanita. Gadis itu menghela napas berat, malam kian merambat.
        “Tidak mesti segala sesuatu itu harus dijelaskan secara menditel, kan?” jawabnya pelan. Pria itu menggeleng perlahan, sepertinya ia tidak sependapat dengan alasan seperti itu.
        “Jadi, apa arti dua tahun kebersamaan kita selama ini?” ia coba memegang tangan gadis itu, namun di tolak secara halus. Satu dua orang terlihat sedang sibuk menikmati makanan masing-masing atau sekedar minum bersama pasangan atau keluarga.
        “Aku tidak pernah bermaksud untuk menyakiti kamu.” Gadis itu meraih gelas minumannya dan meneguknya sedikit. Ia coba menghindari tatapan mata pria itu.
        “Tapi kamu baru saja melakukannya.”
        “Radin.” Gadis itu mengangkat wajah ovalnya. ”Aku sudah katakan, bahwa kita lebih baik putus, itu saja.” kali ini ia menatap mata pria itu. Pria itu tidak bisa memarahinya, kelembutan kata-kata serta nada bicaranya yang rendah hanya mampu membuat pria itu menarik napas dalam-dalam. Ia coba mencari sebab musabab kenapa gadis itu menginginkan hubungan mereka berakhir. Namun sedikit pun ia tidak menemukan jawabannya.
        “Khazilla, kenapa kamu menanamkan rasa penasaran di hatiku? Apa salahku?”
        “Maafkan aku…” ucap gadis yang bernama Khazilla itu akhirnya.
        “Maaf?” ulangnya tidak mengerti sama sekali.
        Gadis itu beranjak dari kursinya, sekilas ia menyapu pandang di dalam ruangan itu, tidak begitu ramai. Radin menyimak kekasihnya yang mengenakan celana jins panjang di padu dengan kaus kasual. Gadis itu menoleh ke Radin.
        “Sudah malam, aku harus kembali ke tempat kost.”
        “Baiklah, tunggu sebentar. Aku ke kasir dulu..”
        “Tidak, biar aku saja yang bayar.” Kata Khazilla cepat. Pria itu tersenyum, ia tahu kalau Khazilla tidak pernah perhitungan untuk urusan yang satu itu. Tapi nada bicara yang keluar dari mulutnya kali ini terdengar aneh di telinga Radin.
        “Oke, tapi jangan melarang aku untuk mengantar kamu ke tempat kost, ya?” kali ini gadis itu tersenyum namun tetap menolak.
        “Tidak Radin…, kita ini sudah putus.”
        “Itu kan kemauan kamu, bukan aku.” Sahut Radin.
        “Tapi aku ingin kamu mengerti, tolonglah.” Ia melangkah ke kasir.
        ‘Seorang paranormal pun tidak akan bisa mengerti situasi ini..’ Radin berguman seperti putus asa dengan kekasihnya. Sesaat ia tertegun di kursinya, memikirkan apa yang salah dengan hubungan mereka. Ia coba menerka-nerka. ’Apakah Khazilla jatuh cinta pada pria lain? Dan ia tidak mau berterus-terang karena tidak ingin menyakiti perasaanku? Khazilla, dengan merahasiakannya akan membuat aku lebih sakit bahkan lebih lama.’ Ia menoleh ke arah kasir. Khazilla sedang menerima kembalian uangnya. Radin langsung menyusul.
        “Zill…” ia meraih tangan gadis itu. Khazilla menatap Radin dan berusaha untuk tenang, lalu..
        “Aku tidak perlu di antar.” Kata Khazilla datar, mereka keluar dari kafe. Di depan, saat menunggu angkot. Radin menatap Khazilla lagi. Dia sangat kecewa namun sedikit pun ia tidak bisa memarahi Khazilla, meski sangat ingin karena setiap kali ia menatap mata gadis itu, sama sekali ia tidak punya kekuatan untuk memakinya. Entah kenapa ia sendiri tidak tahu apa sebabnya.
        “Tidak apa-apa jika kamu menyukai cowok lain, tidak masalah, sungguh. Aku akan tetap menunggu kamu untuk kembali sama aku.” kata Radin pasti.
        “Jangan pernah menunggu aku, jangaaan.” Suara Khazilla bergetar.
        “Terserah kamu saja, seperti halnya juga hatiku. Aku tidak akan bisa melarangnya untuk tidak menunggu kamu.”
        “Yang terpenting aku sudah memberitahukannya sama kamu untuk tidak menantiku. Terima kasih untuk hari-hari indah yang telah kamu beri selama ini padaku.., maafkan semua salahku.” itu kata ucapan perpisahan dari Khazilla untuk Radin.
        “Kamu kejam Zill…” suara itu seperti gumanan yang bergetar hebat namun nyaris tidak terdengar. Khazilla menyetop angkot seolah tidak ingin mendengar dakwaan Radin lebih dalam lagi, karena itu sama saja akan menyakiti dirinya sendiri.
        “Aku duluan ya…” Khazilla masuk ke dalam angkot yang sudah berhenti. Radin hanya bisa memandang gadis itu menghilang di telan angkot bersama penumpang yang lainnya.
       Khazilla menghela napas sedikit lega seakan baru saja menyelesaikan satu masalah di dalam hidupnya. Ia tidak peduli dengan beberapa pasang mata yang melirik ke arahnya. Meski merasa seperti sudah terlepas dari Radin, namun dalam hatinya yang terdalam ada rasa perih. Ia tidak bisa pungkiri itu, dua tahun menjalin hubungan dan harus berpisah bukanlah hal yang gampang namun ia merasa itu adalah yang terbaik buat mereka berdua. Kalau Radin bisa melupakannya, itu akan sedikit membantu ketentangan batinnya. Khazilla memejamkan matanya beberapa saat, ia harus berjuang keras agar bisa melupakan Radin. Pria itu terlalu baik jika harus kecewa. Ia merasa tidak pantas mematahkan hati pria itu.
        Seorang gadis yang duduk di pojok mengamati Khazilla yang masih memejamkan matanya, ia tidak tahu, entah kenapa wanita itu bisa menarik perhatiannya. Ponsel dalam genggamannya berdering bahkan ia abaikan, malahan ia reject agar deringannya tidak sampai mengganggu penumpang yang lain. Beberapa lama kemudian Khazilla membuka matanya, bersamaan dengan itu gadis yang di pojok itu baru menyadari kalau dia harus segera turun.
        “Bang… di depan kiri ya…” pintanya. Khazilla ikut mengamati suasana di luar angkot.
        ‘Ya Tuhan… ternyata aku sudah sampai.’ Ia ikut buru-buru keluar dari dalam angkot. Sebelum ia menghampiri bang sopir, ia melihat seorang gadis yang turun duluan tadi sedang mencari sesuatu dari kantong celana jinsnya, dompet atau semacam uang untuk membayar ongkosnya. Dan sepertinya gadis itu tidak menemukan apa yang ia cari, ia terlihat cemas. Khazilla meyadari kalau gadis itu sedang dalam masalah. Abang sopir masih menunggu.
        “Ini bang, untuk dua orang.” Khazilla menyerahkan selembar uang sepuluh ribuan ke bang sopir.
        “Bang saya…” gadis itu ingin berterus terang dengan sopir. Ia tidak peduli orang salah paham atau menganggapnya sudah kehabisan uang. Tapi angkot sudah keburu melaju meninggalkan tempat itu, sepertinya bang sopir tidak lagi mendengar suara gadis itu.
        “Sudah, tadi sekalian sama saya.. bang sopirnya bilang ia tidak punya kembalian.” Kata Khazilla beralasan sembari menatap gadis itu sejenak. Kemudian ia berbalik bermaksud melangkah.
        “Maksud kamu?” gadis itu masih penasaran. Khazilla memutar tubuhnya lagi.
        “Maksud saya, saya bilang sama bang sopir untuk dua orang.” Ia menatap gadis
Itu sejenak. Gadis itu melepaskan tawanya membuat Khazilla heran. ’Apa ada yang lucu?’ pikirnya. Tapi ia tidak mau ambil pusing. Ia membalikkan tubuhnya.
        “Tunggu!” kata gadis itu cepat seakan baru sadar kalau Khazilla akan segera pergi. Ia berubah serius. Khazilla lagi-lagi menghadap ke gadis itu, yang sudah mengulurkan tangannya. ”Terima kasih ya, saya Tara.” Khazilla menyambut tangan Tara di sertai anggukan kecil tanpa menyebut namanya untuk Tara. Sesaat kemudian ia melepaskan tangannya tanpa bermaksud mengamati sosok Tara lebih jelas, namun dengan pasti ia bisa melihat semua yang Tara pakai, dan semua terlihat sangat pas dengan bentuk tubuhnya yang semampai. Dan Tara sendiri merasakan bahwa sosok yang ada di hadapannya itu sangat kaku, cuek dan seakan merasa telah menjadi dewi penolongnya yang angkuh hingga terkesan sombong. ”Kamu tinggal di mana? Maksud saya…, nanti akan saya kembalikan uang kamu.” Kata Tara sepertinya tidak mau berhutang dengan orang semacam itu.
        “Tidak, tidak usah. Maaf.., saya buru-buru..” kali ini Khazilla benar-benar meninggalkan gadis yang bernama Tara itu. Namun Tara sepertinya mendengus keki.
        “Sesama wanita kok sombong sekali..” sebelum melangkah ponselnya berdering lagi. Datas memanggilnya. Pria yang sudah ia kenal cukup lama itu adalah pacarnya.
        “Aduh Tara, kamu di mana?” tanya Datas cepat dengan nada cemas.
        “Udah deket rumah.”
        “Sayang, gimana bisa nyampe? Dompet kamu aja ketinggalan di rumahku. Ya sudah, besok pagi jangan pergi dulu sebelum aku mengantar dompet kamu, ya?”
        “Iya, ya ya… udah ya.” Ia mengakhiri pembicaraan dengan Datas kemudian melangkah menuju rumahnya yang berjarak sekitar 20 meter dari jalan utama. Sebelum ia berbelok ke rumahnya, matanya menangkap sosok wanita tadi sepertinya sedang berbicang dengan dua pria. Ia kenal dengan kedua pria tersebut. Ia juga tahu kalau di belakang rumahnya ada tempat kos-kosan.
       Jika ada yang berbicara dengan kedua pria itu berarti ada yang tidak beres. Dengan berlari-lari kecil Tara menghampiri mereka. ”Hai…” sapanya dengan napas agak tersengal. Khazilla dan kedua pria itu menoleh. Kedua pria itu agak malu hati dengan Tara. Mereka hanya anak-anak nakal yang coba mengganggu Khazilla atau sekedar minta uang.
        “Hei, Tara…” kata salah satu dari pria itu.
        “Ngapain kalian di sini?” kata Tara semacam introgasi.
        “Nggak, nggak ngapa-ngapain…” cowok itu menyikut lengan temannya sambil nyengir. Itu tanda kalau mereka harus segera pergi. Khazilla mengamati Tara. ”Yok…” akhirnya mereka melambaikan tangannya pada Tara lalu buru-buru pergi. Tara menatap Khazilla yang sedang mengamatinya.
        “Rumah saya di sebelah sana.” Kasi tahu Tara, dan sepertinya gadis itu sama sekali tidak tertarik untuk menoleh ke arah yang di tunjuk oleh Tara. Namun kali ini ia benar-benar bisa melihat penampilan Tara dengan jelas berkat bantuan lampu jalan yang terang. Tara memiliki rambut panjang, di lengan kirinya melingkar ikat rambut dan lengan kanannya di lilit oleh sebuah jam indah dan terlihat dari modelnya kalau jam itu sangatlah mahal harganya. Kaus semi ketat di padu dengan jins lembut, ia terlihat seperti mahasiswi tingkat akhir.
        “Sebenarnya saya bisa menangani kedua cowok tadi, tapi terima kasih.” Khazilla meninggalkan Tara. Tara tercenung seperti mentertawai dirinya sendiri. Ia merasa aneh saja peduli dengan gadis yang sama sekali tidak memiliki basa-basi itu.
        ‘Wanita macam apa dia?’ Tara memutar tubuhnya dan meninggalkan tempat itu. Namun sebelum Khazilla membuka pintu pagar kosannya, ia menoleh ke Tara.. memandang gadis itu sampai tak terlihat.
        ‘Saya tidak membutuhkan siapa-siapa, apalagi seorang teman.’ Guman Khazilla seolah berjanji pada dirinya sendiri, tepatnya memperingati dirinya.
                                                         *******



KHAZILLA
         Di dalam kamarnya, Khazilla duduk di atas tempat tidurnya dengan kasur yang tipis. Saat memutuskan hubungan dengan Radin masih tergambar jelas dalam benaknya. Ia menarik napas dalam-dalam. ’Semua akan berakhir dan aku pasti bisa melupakan Radin.’ Ia meraih sebuah foto yang ada di atas meja kecil itu. Gambar kelima adiknya dan kedua orang tuanya sedang tersenyum. Setiap melihat foto itu ia merasa memiliki kekuatan lebih sekaligus merindukan mereka. Ia meciptakan senyum tipis untuk keluarga tercintanya. Kini matanya menerawang jauh keluar jendela, angin malam menerpa wajahnya. Pikirannya sedang berada di kampung halamannya, di mana tempat semua keluarganya tinggal yang berjarak ribuan mil darinya saat ini.

        Khazilla adalah gadis sederhana, lahir dari keluarga sederhana, anak sulung dari kelima adiknya. Dia hanya lulusan Sekolah Menengah Atas. Hampir empat tahun ia berada di Jakarta, bekerja di sebuah perusahan kecil, karena ia memiliki ijazah yang kecil pula. Dengan gaji yang sebenarnya hanya cukup untuk menghidupi dirinya sendiri. Sementara untuk menambah penghasilan demi adik-adiknya di kampung ia terpaksa menjadi pramusaji di sebuah kafe yang terletak di dalam sebuah mall besar.  Ia bekerja di sana dari pukul empat sore sampai sepuluh malam, setelah usai jam kerjanya di sebuah butik. Begitulah hari-harinya di Jakarta. Ia punya niat untuk membantu adik-adiknya sekolah, meski ia sendiri tidak bisa melanjukan sekolah, yang penting adik-adiknya tidak ada yang buta huruf. Dengan bekerja siang malam, ia juga bertekad akan membiayai kuliah adiknya. Harus ada yang mencicipi bangku kuliah di dalam keluarganya. Itu tekadnya.
        Namun setelah menerima hasil diagnosa dokter kemarin, ia merasa semua cita-citanya runtuh di tengah jalan. Hancur berkeping-keping dan dunia terasa gelap. Hasil chek-up itu meluluh lantakkan hatinya. Dokter mengatakan kalau ia hanya bisa bertahan lebih kurang enam bulan lagi.
        ‘Enam bulan lagi… enam bulan lagi..’ kata-kata itu seakan menusuk telinganya dan mencabik-cabik harapannya. Ia memeluk foto keluarganya. Setelah mendengar hasil dari dokter, ia seakan ingin menjauhi semua orang, tak terkecuali Radin.
       Ia melirik wajahnya di cermin, apakah rambutnya mulai rontok? Atau menipis? Tidak! Rambut rontak jika ia menjalani terapi, pikirnya.  Ia pernah melihat di berita kalau orang menjalani terapi atau operasi.
       Seringkali Khazilla mengalami sakit kepala yang luar biasa, dan dulu beberapa bulan lalu ia sering muntah. Semua itu ia kira masuk angin atau kecapean, Ia memegang rambutnya dan mengelusnya.   Besok ia akan membiasakan diri untuk tidak memikirkan tentang penyakit itu. Karena enam bulan ini ia akan bekerja keras untuk menabung, bukan untuk berobat, karena gajinya sepuluh tahun pun tidak akan cukup untuk mengobati penyakitnya. Sebelum mati ia akan meninggalkan gaji itu untuk keluarganya. Hanya itu yang bisa ia lakukan, lain tidak.

                                                       *******


TARA.
        Tara meletakkan tasnya di atas tempat tidur yang empuk. Spring bed itu berada di bawah dengan hanya beralaskan karpet hijau. Jangan salah, ia pernah tidur di atas dan terjatuh, sejak itu ia tidak pernah lagi tidur di atas ranjang. Tara adalah anak rantau dari Bandung, ia kuliah di Jakarta mengambil kedokteran. Di samping kuliah ia juga bekerja di sebuah rumah sakit. Ia punya seorang adik laki-laki, kini masih duduk di bangku SMU tinggal bersama orang tuanya di Bandung. Sementara ia sendiri tinggal di rumah yang di beli orang tuanya, bersama seorang wanita paruh baya yang menemaninya sekaligus mengurus semua keperluannya.
        Tara menarik napas dalam-dalam.., ia tak habis pikir dengan gadis angkuh yang  ia temui di angkot itu. Di matanya gadis itu seperti menyimpan sesuatu yang luar biasa, ada misteri dan sepertinya memiliki sesuatu yang akan membuatnya menjadi orang yang di cari. Sebenarnya ia tidak menyukai sikap gadis itu, sangat tidak suka. Tapi entah kenapa ia tidak bisa menghilangkan wajah itu dari pikirannya. Apanya yang hebat dari dia? Dia tidak ubahnya seorang karyawan biasa, atau seorang wanita yang sedang mengambil kursus di kota. Ia memang punya daya tarik sebagai wanita dan punya postur tubuh yang bagus. Namun keangkuhannya melenyapkan semua itu.
                                                            *******

        Pagi-pagi sekali, Tara sudah berada di depan rumah kos-kosan Khazilla. Seorang pembantu rumah kos membuka pintu dan ia menemukan Tara, yang sudah ia kenal sebelumnya.
        “Tara… cari siapa?” tanya wanita paruh baya itu ramah. Tara agak bingung untuk menjawab, ia hanya tidak ingin berhutang pada orang yang tidak ingin ia kenal.
        ‘Sial. Kenapa semalam tu orang tidak menyebut namanya ya. Aku baru liat dia, pasti dia orang baru di tempat ini.’ Umpat Tara di dalam hati.
        “Begini Bi, saya gak tahu siapa namanya. Anaknya tinggi, putih dan rambutnya sebahu.” Tutur Tara kemudian.
        “O, cakep, manis dan tingginya sama dengan kamu? Dia pasti Khazilla, kamarnya ada di paling belakang. Memangnya kenapa?”
        Tara berpikir sejenak. ”Semalam saya pulang satu angkot sama dia, kebetulan ada sesuatu yang harus saya kembalikan…” jelas Tara akhirnya.
        “O, kalau begitu masuk aja lewat pintu samping. Sepertinya ia belum berangkat, tapi gak tahu juga ya.. ia biasanya berangkat pagi.” Wanita itu meragukan ucapannya sendiri.
        “Terima kasih ya, Bi..” Tara menuju pintu samping. ’KHAZILLA…? itu nama gadis gunung es situ.’ Tiba di kamar paling ujung, Tara mengetuk pintunya. Khazilla yang baru selesai mandi menyibak hordeng jendela untuk melihat orang yang berdiri di depan pintunya pagi-pagi begini.
        ‘Tara? Untuk apa dia kemari?’ pikirnya. Pintu di ketuk lagi dan Khazilla memutuskan untuk membukanya. Tara berdiri dekat sekali dengan pintu.
        “Hai…?” sapa Tara seperti orang kebingungan.
        “Tara…, ada apa?”
        “Kamu masih ingat dengan namaku?” Tara tersenyum, mungkin itu hal luar biasa menurutnya padahal tidak. ”Aku ke sini ingin mengembalikan uang kamu yang semalam, lima ribu, kan?” katanya ramah seperti orang yang bermaksud megucapkan terima kasih yang berlebihan. Khazilla mengulurkan telapak tangannya ke hadapan Tara, melihat sikap Khazilla memaksa Tara tersenyum seakan baru tersadar maksud dari kedatangannya.
        “Tentu.” Ia merogoh kantongnya. Sejenak saja uang lembaran lima ribuan berpindah ke tangan Khazilla. Khazilla menggenggamnya.
        “Terima kasih.”
        “Khazilla..?” ujar Tara membuat Khazilla menautkan kedua alisnya. ”Itu nama kamu, kan?” Tara agak keki juga karena gadis itu tidak punya basa-basi sama sekali, apalagi mengajaknya masuk.
        “Maaf,  saya harus bersiap-siap untuk berangkat kerja. Tujuan kamu hanya ingin mengembalikan uang ini, kan?” ia menatap Tara dan saat gadis itu menatap balik matanya, Khazilla berusaha menghindar dan bermaksud menutup pintu, namun sebelum itu, terjadi ia bicara lagi. ”Mau masuk?” suaranya pelan, tulus namun terkesan agak berat.
        “Tidak.” Tara menentang kata hatinya. Detik berikutnya ia menjauh dari depan pintu. Khazilla sedikit pun tidak punya niat untuk menahannya karena ia memang sedang tidak ingin dekat sama siapa pun. Namun sebagai orang yang dikunjungi ia masih menaruh hormat pada tamunya. Sepertinya Tara tersinggung, masa bodohlah. Khazilla tidak ingin memikirkannya. Ia mempersiapkan diri untuk berangkat kerja tak peduli kepagian tiba di kantor. Waktunya hanya tinggal beberap bulan, ia harus menaklukkan waktu yang tersisa itu sebaik mungkin. Sebab ia tidak akan mampu membeli waktu.
                                                         *******

        Datas sudah muncul di rumah Tara dengan motor besarnya. Semalam ia tidak bisa mengantar gadis itu karena ada urusan. Setelah dari rumah Tara ia langsung ke kampus. Karena Tara kuliah agak siang, dan sorenya ia pun akan langsung bekerja di rumah sakit swasta. Kuliah sambil bekerja memang membutuhkan stamina yang prima, itu berlaku untuk orang yang mempunyai kondisi tubuh yang sehat dan fit, tapi bagaimana dengan Khazilla?
                                                            *******
Bersambunggggggg...>
 

7 komentar:

Helda Tunkeme Xwp mengatakan...

sediiiiiiiiiiihhhhhhhhhh....!!!

arie5758 mengatakan...

Saya tidak mengomentari tulisannya, karena saya yakin kalau penulis yang nulis pasti ceritanya maknyuss...

Hanya saja jika ini akan jadi karya tulis komersial, tidak perlu terlalu komplit utk di share. Kita tidak ingin khan kalau karya kita akan di copas. Ini cuman saran saja sih hehehe....

Putrie Ve mengatakan...

aku sedih denger orang terkena penyakit kanker. semoga itu tidak terjadi padaku dan keluargaku dan juga orang-orang disekitarku. aminnn

Putrie Ve mengatakan...

jadi ikut sedihh

Putrie Ve mengatakan...

jadi ikut sedih

Helda Tunkeme Xwp mengatakan...

MAS Arie, ayolah... buatkan seperti yang mas bilang itu biar enak dilihatnya

Helda Tunkeme Xwp mengatakan...

vega casmi,
aaaihhhh....
apalagi kalo kamu baca semuanya,
huhuhuuhu, nangis bombay deh... di jamin.